Friday, November 16, 2007

Another China Discussion: Dari Forum ke Forum

Kalau nggak salah, menurut dari yang pernah saya denger dari temen yang emang mempelajari Numerologi Tiongkok..."Cina" itu apabila ditulis pakai huruf Mandarin "Chin"...maka akan beranalogi dengan kata "Jajahan"...kata ini yang dipakai oleh Jepang buat "memelesetkan" bangsa Cina yang waktu sebelum Perang Dunia II (pasca Inkursi Manchuria) adalah di bawah kekuasaan Jepang. Dalam istilah itu pula maka disebutkan bahwa "Cina" berasosiasi dengan "Budak". Istilah ini mungkin muncul sebagai akibat permusuhan abadi antara Tiongkok dengan Jepang selama beratus-ratus tahun yang puncaknya terjadi pada "Perang Tujuh Tahun (Perang Imjin)" antara Dinasti Ming (Tiongkok) yang dibantu oleh Dinasti Joseon (Korea) dengan Keshogunan Hideyoshi Toyotomi (Jepang). Dalam Perang itu Jepang kalah, tapi lalu dibalas oleh Invasi Jepang ke wilayah Tiongkok pasca kemenangan Jepang dalam "Perang Cina-Jepang" di Tsushima.

Lalu analogi kedua adalah bahwa kata "Cina" itu diambil dari nama dinasti yaitu dinasti "Chin" yang melakukan reunifikasi Tiongkok. Karena Kaisar Chin, yaitu Qin She Huang Di bertindak amat kejam, maka orang Tiongkok sendiri kurang sreg kalau dibilang orang "Chin" tapi malah lebih memilih menyebut diri sebagai "Orang Han" berkaitan dengan Dinasti Han yang menguasai "Empat Penjuru Langit" yang disimbolkan oleh Empat Kota yaitu: "Tong King" (Kota Timur) atau "Tokyo", "Pei King" (Kota Utara) atau "Peking" atau "Beijing", lalu "Shi King" (Kota Barat) yang mengacu pada wilayah Xinjiang di barat dan "Nan King" (Kota Selatan) atau "Nanjing".Analogi ketiga adalah bahwa kata "China" itu digunakan oleh Orang Barat untuk menyebut "Keramik". Ini dimungkinkan bahwa pada pembukaan Jalan Sutera, komoditi Tiongkok yang paling dikenal adalah Keramik. Karena kesulitan bagi orang Barat untuk menyebut "Tiongkok", maka dipakai "Chin" yang mana saat itu adalah nama salah satu negeri di Tiongkok. Dalam dialek Germanic, "Chin" menjadi "China" atau dibaca "Caina". Karena suku bangsa Germanic menguasai Eropa (Termasuk Inggris) pasca kejatuhan Romawi, maka nama "Caina" menjadi nama umum untuk menyebut "Tiongkok". setelah Inggris "Menguasai Dunia", maka istilah "China" menjadi istilah umum di seluruh Dunia.

"Mandarin" sendiri sebenarnya berasal dari kata "Mantrin" atau dalam Bahasa Melayu berarti "Magistrate" (ini berasosiasi dengan kata "Mantri" yang lalu diartikan sebagai "Menteri"). Ini mungkin untuk menyebut Perwalian dari Dinasti Ming di Tiongkok atas wilayah-wilayah koloni di sekitar "Nan Hai" atau Laut China Selatan (antara lain Cham Papura, Tumasik, Malaya, Majapahit, Cha-li-fo-che, dan Annam). Istilah "Mandarin" lalu dipergunakan oleh bangsa Portugis untuk menyebut "Bahasa Han", "Orang Han", "Negara Han", dan "Kebudayaan Han".

Tiongkok berasal dari kata "Chung Kuo" atau "Zhong Guo" atau diartikan sebagai "Negara Pusat" atau "Dataran Pusat". Sementara itu Tionghoa berasal dari kata "Chung Hoa" atau "Zhong Hua" yang berarti "Segala sesuatu mengenai Dataran (Negara) Pusat". Tiongkok dipakai untuk menyebut seluruh wilayah nasional Cina...sementara Tionghoa menunjukkan hal kebangsaan. Menyebut "Tiongkok dan Tionghoa" sama saja seperti menyebut "Great Britain dan British". Oleh karena itu, kita tidak menyebut "Negara Tionghoa" melainkan "Negara Tiongkok"...juga tidak menyebut "Bahasa Tiongkok" tapi "Bahasa Tionghoa". "Tionghoa" sendiri juga disebut sebagai "Han Zi" atau "Segala sesuatu mengenai (Kebudayaan) Han".

Jilid II
Jepang adalah Gugusan Kepulauan di sebelah Timur Tiongkok dipisahkan oleh Laut Jepang dan Selat Tsushima serta Dong Hai (Laut Cina Timur). Suku bangsa asli Jepang adalah bangsa Ainu, tapi pada zaman Dinasti Han, Kaisar Han berhasil mencapai Kepulauan Jepang (waktu itu belum ada namanya) dan menamakannya sebagai "Ri Ben" atau apabila diterjemahkan berarti "Matahari Terbit". Ini mengacu bahwa kepulauan Jepang merupakan batas timur terluar kekuasaan Imperium Han sebelum Samudera Pasifik. Sehingga Jepang alias "Riben" bisa diartikan sebagai "Wilayah Tempat Matahari Terbit" (The Islands of The Rising Sun). Dengan asimilasi tulisan Han ke Jepang, maka pada dialek Jepang, "Ri Ben" dibaca sebagai "Ni Hon" (artinya sama), yang lalu menjadi "Nippon" (kata "Dai Nippon" sendiri secara harfiah berarti "Kekaisaran Matahari Terbit"). Setelah Jepang berbentuk Negara sendiri maka namanya menjadi "Ri Ben Guo" atau "Ni Hon Go" atau "Negara Matahari Terbit". Di Tiongkok sendiri, "Ribenguo" dalam dialek lain (setelah Dinasti Han runtuh) dibaca pula dengan "Ci Ban Gu" atau "Ciban Gu". Istilah ini lalu bergeser menjadi "Jipan Gu" atau lebih dikenal dengan "Jipan". Ketika Bangsa Portugis masuk ke Tiongkok, kata "Jipan-gu" lalu diucapkan sebagai "Jipangu" yang lalu dikenal sebagai "Ja-pun" atau "Je-pon" atau "Japan". Dari Portugis pula maka di Indonesia "Kepulauan Matahari Terbit" dikenal sebagai "Jepang".

Korea adalah semenanjung di sebelah timur Tiongkok yang memisahkan antara Tiongkok dengan Selat Tsushima dan Jepang. Dalam dialek asli, semenanjung ini disebut sebagai Semenanjung Koguryo. Wilayah Koguryo lalu tumbuh menjadi negara sendiri yang (kecenderungan) mengabdi pada Tiongkok. Salah satu dari Kerajaan paling terkenal adalah Kerajaan Koryo, yang mana hal ini lalu diserap oleh Tiongkok sebagai "Gu-ryo" atau "Korea".

Jilid III
Menurut sejarah...kata "Cina" atau "China" hanya dipakai oleh orang-orang Barat untuk menyebut Tiongkok (China) atau Tionghoa (Chinese). Sedangkan oleh orang Cina sendiri, kata yang digunakan adalah "Tiongkok" atau "Chung Kuo" atau "Zhong Guo" atau "Ceung Kok" (Mana aja nggak masalah, soale bergantung pada dialek), untuk menyebut Tanah Air mereka, dan kata "Tionghoa" atau "Chung Hua" atau "Zhong Hua" atau "Ceung Hwa" (sama aja, tergantung dialek). Mengenai arti daripada Tiongkok dan Tionghoa sudah dijelaskan pada postingan di atas.Sedangkan bagi Negara, orang Cina biasa menggunakan nama resmi yang ditetapkan penguasa, seperti misalnya: Negara Qin, Kekaisaran Han, Negara Chao..dll. Nah, di sini ada fakta menarik...bahwa kata "Cina" sebagai ejekan oleh Jepang terhadap Cina baru digunakan setelah Jepang menduduki Cina bagian Timur Laut/ Manchuria (sekaligus ini menegaskan superioritas militer Jepang atas Cina yang saat itu tengah sekarat). Padahal Jepang masuk ke Cina (baru berhasil) pada tahun 1894-an, yaitu menyangkut Invasi Jepang ke Manchuria dalam Perang Jepang-Cina I (Antara Kekaisaran Dinasti Qing melawan Kekaisaran Meiji Jepang; sekaligus ini menjadi bukti Kekuatan Jepang setelah modernisasi Angkatan Perangnya sehubungan dengan Restorasi Meiji). Kekalahan Dinasti Qing dalam perang yang memperebutkan wilayah Korea ini membuat Jepang menjadi kekuatan militer utama di Asia (sebelumnya, kekuatan laut terbesar di Asia adalah Armada Beiyang milik Dinasti Qing, Armada yang akhirnya dihancurkan oleh Jepang dalam Perang Jepang-Cina I)Dalam ratusan tahun sejarah konflik antara Jepang dan Cina, belum pernah sekalipun Jepang bisa menguasai wilayah Cina manapun sebelum kemenangan Jepang di "Perang Jepang-Cina" tahun 1894. (Paling dekat Jepang hanya berhasil mendarat di Korea pada episode-episode awal Perang Imjin; pun Cina juga tidak bisa menguasai Jepang pasca Dinasti Han...paling dekat Invasi Cina ke Jepang adalah ketika Armada Mongol di bawah Kubhlai Khan hancur karena badai di Laut Jepang).(http://en.wikipedia.org/wiki/First_Sino-Japanese_War)

Nama Cina atau China sendiri sudah dikenal oleh orang Barat sebelum Marco Polo masuk ke Tiongkok (Marco Polo masuk ke Tiongkok pada zaman Dinasti Yuan), dan periode semenjak Ditutupnya Jalur Sutera hingga Marco Polo sama sekali tidak ada kontak antara Barat dengan Cina (saat itu pula pedagang-pedagang dari Arab dan Gujarat belum lagi merintis jalur laut yang menghubungkan antara Barat dengan Cina). Kalau kita ingat pula ada salah satu pepatah Arab yang mengatakan: "Uthlubul ‘ilma walaw bish shiin" atau "Tuntutlah Ilmu sampai ke Negeri Cina" (di sini Cina dituliskan dalam bahasa Arab "Shiin"). Katakanlah Islam baru tiba di Arab tahun 600-an Masehi dan masuk ke Cina era Khalifah Utsman bin Affan, yang manapun, nama "Shiin" atau "Cina" berarti sudah dikenal 1200 tahun sebelum Invasi Jepang ke Cina tersebut... (http://www.eramuslim.com/ustadz/hds/...ina-adakah.htm)

Jilid IV
Kata Cina sendiri diperkirakan berasal dari serapan bahasa Barat untuk menyebut "Negara Qin". Pada era Reunifikasi Cina, Negara Qin menyatukan seluruh Cina Daratan dalam satu aturan, satu ukuran, satu negara, satu bahasa, dan satu tulisan, yaitu Aturan Qin, Ukuran Qin, Negara Qin, Bahasa Qin, dan Tulisan Qin. "Tulisan Qin" (The Qin Writing) ini lalu menjadi dasar bagi tulisan Cina hingga sekarang. Besar kemungkinan dari nama tulisan inilah nama "Cina" diserap. Oleh orang Arab, Qin disebut sebagai "Shiin", kemungkinan besar ini lalu diparafrasekan menjadi "Sino", dari sini (mungkin) nama "Sino" lalu dibawa ke Eropa dan diserap dalam Dialek Germanic "Chine" (Franks: baca "Sin"), yang pada akhirnya lalu oleh orang Inggris menjadi "China" (ini karena sebagian bahasa Inggris terpengaruh juga oleh serapan dari bahasa Perancis selain dari Induk Bahasa Germanic). Teori Pertama, ketika Napoleon Bonaparte menguasai Eropa (termasuk Belanda), mungkin juga kata ini masuk ke Belanda yang lalu membawanya ke Indonesia. Teori kedua adalah bahwa kata "Cina" berasal dari bahasa Portugis "Cino" (kemungkinan besar terpengaruh dialek Perancis) yang lalu terbawa ke Melayu. Teori ketiga adalah bahwa dari Arab, kata "Shiin" dibawa ke Nusantara yang lalu diadopsi menjadi "Cina". Yang manapun teori ini...yang pasti adalah bahwa kata yang baku dalam bahasa Indonesia sebenarnya adalah "CINA" bukan "CHINA". Ini karena dalam Aksara Jawa, tidak dikenal "CH" dan sebutan "Ai" untuk "i". Mengenai dari akar bahasa mana dikenal Cina, mungkin sekali adalah dari Bahasa Jawa, tapi "CHINA" adalah EJAAN YANG HANYA DIKENAL DALAM BAHASA INGGRIS (padahal Inggris baru masuk ke Indonesia tahun 1805). Bahasa Jerman sebagai induk bahasa Inggris hanya mengenal "China" (dibaca: Cina) dan kemungkinan ejaan ini pula yang dipakai oleh Belanda (Mje tolong benerin yah kalau salah...).

Mengenai asosiasi kata "Cina" dengan "Budak Jajahan", mungkin seperti yang dikatakan oleh Bro Jhariman bahwa ada "kesamaan bunyi dengan beda arti". Yang mana Jepang mungkin menggunakan "Qin" yang berarti "Budak Jajahan" bukan "Qin" sebagai akar dari kata "Cina". (Total ada 27 arti dari kata "Qin", salah satunya adalah "Qin" yang berarti "menjajah").

Tiongkok dipakai sebagai penyebutan nama resmi Cina oleh Bangsa Indonesia sebelum tahun 1966. Cina saat itu adalah dikenal dengan nama "Republik Rakyat Tiongkok"...namun...percaya nggak sih kalau sebenarnya istilah "Republik Rakyat Tiongkok" itu salah? Kalau nggak percaya, ini dia nama resmi Cina: "Zhong Hua Ren Min Gong Ghe Guo" atau "Chung Hoa Ren Min Kong Khe Kuo"..atau nama sebelumnya (Republik Cina/Taiwan) yaitu "Zhong Min Zhong Hua Mir Guo" atau "Chung Min Chung Hoa Mir Kuo". Di sini dipakai nama "Zhong Hua", kan, bukan "Zhong Guo"? Oleh karena itu, kalau kita menyebut dengan nama "Tionghoa" berarti sama saja kita nggak nganggep saudara-saudara kita itu orang Indonesia, dong! Sebagai info, Orang Cina dibagi menjadi tiga kategori yaitu: Huaren (warga negara RRC, Hong Kong, dan Makau), Zhonghua Minzu (penduduk Chinese-nation macam Korea) serta Cina Peranakan (mereka yang hidup di luar RRC dan Chinese-nation tmsk di Indonesia). (http://en.wikipedia.org/wiki/Chinese_people). Oleh karena itu, lebih afdol memang apabila kita menyebut mereka sebagai "Orang Indonesia dari suku Cina" bukan "Tionghoa", karena apabila kita menyebut "Tionghoa" maka secara otomatis akan di-refer sebagai Huaren alias warga negara RRC dan Chinese-nation.

Seorang ahli bahasa pernah merumuskan nama bagi komunitas Cina di Indonesia, yaitu "Yinhua" diambil dari "Yinni Hua" (Yinni Guo=Indonesia), tapi sayangnya istilah ini tidak bisa dikenal secara luas. Namun pada beberapa ahli bahasa sendiri lebih senang menyebut dengan orang "Cina" bukannya "Tionghoa". Ini karena istilah "Suku Cina" sudah dikenal semenjak zaman dahulu kala. Tentu saja "Cina" yang dimaksud ini adalah "Cina" sebagai istilah yang diucapkan oleh bangsa Indonesia untuk menyebut Tiongkok semenjak zaman dahulu kala yang diucapkan dengan niat yang tulus ikhlas dan tidak ada maksud untuk mengejek atau menyinggung (nantinya sama seperti orang Jawa menyebut orang Barat dengan kata "Londo" atau istilah "Bule" dalam Bahasa Indonesia, yang berasal dari kata Melayu "Bulai" yang artinya "putih"). Tapi biar lebih amannya...ikut apa kata pemerintah wae lah...daripada salah (tapi sebenarnya bener).

Lanjutan...
Sebenarnya mau gw tanggepin nih...emang bener, tapi ada beberapa part yang missing. Tapi kalau bung Gangsar belajar bahasa Mandarin, pasti akan menemukan kata "Zhong Guo" atau kalau ditulis pake ejaan lama menjadi "Chung Kuo" atau dalam dialek lain menjadi "Chiong Kok" yang akhirnya menjadi "Tiongkok". Besar kemungkinan kata "Tiongkok" terpengaruh oleh dialek Hokkienese (Hakka) yang terbawa oleh imigran-imigran dari Fukkien (Fujian). Perubahan kata "Chung Kuo" menjadi "Zhong Guo" adalah setelah munculnya "Ejaan Yang Disempurnakan" tahun 1976 yang mana EYD ini dimaksudkan untuk mempermudah orang Barat dalam mengucapkan kata-kata dan istilah Mandarin. Bisa dipastikan juga bahwa nama "Sam Kok" berasal dari dialek Hokkienese juga (Sam Kok=San Guo=Tiga Negara).Bahasa Cina atau bahasa Han terbagi dalam 7 kelompok dialek, yaitu: Mandarin (Official Han Language), Wu (Shanghaianese), Kanton, Min (Taiwanese), Xiang, Hakka (Hokkienese), dan Gan (http://en.wikipedia.org/wiki/Chinese_language). Karena imigran Cina di Indonesia rata-rata berasal dari Fujian (Fukkien) maka bahasa yang dipakai oleh suku Cina di Indonesia terpengaruh oleh Dialek Hokkien. Ini antara lain ditandai dengan mengatakan "Kam Sia" daripada "Dou Xie" (Terima Kasih). Walaupun secara struktural, pendidikan bahasa Cina lebih fokus pada Bahasa Mandarin, namun secara pergaulan, Dialek Hokkien jelas lebih mendominasi terutama pada kalangan-kalangan tua. (http://en.wikipedia.org/wiki/Hakka_%28linguistics%29)

(Jadi inget dulu LuLu pas Archipelago liputan Acara Imlek di Singkawang, jadi alih-alih memakai "Xie-xie", LuLu diajari buat ngucapin "Kam Sia"...mungkin aja sebelum berangkat ke Singkawang LuLu belajar dulu ama Ci Fio, tapi kan Fio pakenya Dialek Mandarin).

Terus soal suku Han...kan kamu bilangnya ini "Suku Bangsa Terakhir yang berkuasa di Tiongkok"??? Kesannya koq kayak udah punah aja sih?? Padahal, Suku Han adalah istilah yang biasa dipakai untuk menamakan orang dari Etnis Cina secara keseluruhan. Jadi orang-orang Cina (or Tionghoa) yang sering anda temui sehari-hari itu, itulah orang Han! Secara jumlah Suku Han mencakup 92% dari keseluruhan penduduk RRC dan menempati 19% presentase populasi dunia sehingga suku Han menjadi "Suku Etnis Terbesar di Dunia" (http://en.wikipedia.org/wiki/Han_Chinese).

Di Cina sendiri ada banyak sekali suku bangsa minoritas di samping Suku Han, akan tetapi ada lima etnis Tiongkok yang paling utama yang dilambangkan dalam "Bendera Lima Warna (Wu Se Qi)", yaitu: Han (Merah), Manchu (Kuning), Mongol (Biru), Hui (Putih), dan Tibet (Hitam).(http://en.wikipedia.org/wiki/Flag_of...ublic_of_China). Namun apabila menganut azas "Ius Sanguinis", maka orang Tibet, Korea, dan Manchu itu sebenarnya berasal dari Orang Han juga.

Oh ya, Bung Gangsar juga lupa menyebutkan kalau migrasi orang Cina ke Nusantara sebenarnya tidak hanya ketika Balatentara Tartar menyerang Singosari. Pada era Raja Wikramawardhana dari Majapahit, Laksamana Zheng He (atau Cheng Ho atau Sam Po Kong atau Sam Po Tay Djien) dari Dinasti Ming datang dan setelah itu memulai serangkaian gelombang Migrasi Orang Cina ke Nusantara. Salah satu misi Zheng He adalah "menggambar ulang peta-peta wilayah kekuasaan Ming di Nan Hai", jadi secara tidak langsung, pasca kedatangan Zheng He, Nusantara "dijajah" oleh Dinasti Ming. Ini ditandai dengan adanya "Mantrin" atau "Magistrate" dari Dinasti Ming di Malayu. Namun sebelum kedatangan Zheng He itu sendiri, migrasi orang Cina ke wilayah Nusantara sudah berlangsung cukup lama. Bahkan konon katanya agama Islam bisa menyebar di Majapahit justru karena perantaraan Mubalig-mubalig Cina. Ini dimungkinkan karena saat itu Raja Wikramawardhana tidak mau berurusan dengan pedagang-pedagang dari Arab-Gujarat dikarenakan pedagang-pedagang Arab-Gujarat suka curang...oleh karena itu, Wikramawardhana memutuskan memberikan konsesi dagang kepada Pedagang Cina.(Sam Po Kong; Remy Silado)

Sebagai bukti lain, ada fakta juga yang menunjukkan bahwa Wali Songo sebenarnya masih memiliki darah Cina. Maulana Malik Ibrahim menikah dengan Putri Champa (saat itu Champa adalah wilayah kekuasaan Tiongkok), lalu berketurunan menghasilkan Sunan Ampel yang kemudian menikah dengan Nyi Gede Manila, putri Kapten Tionghoa, Gan Eng Cu, yang lalu memiliki anak yaitu Sunan Bonang. Lalu raja-raja dari Demak Bintoro, yaitu Sultan Fatah, Adipati Yunus, dan Sultan Trenggono juga disebut-sebut memiliki darah Cina karena keturunan langsung dari Putri Champa. Bahkan Kerajaan Demak Bintoro banyak sekali mengadopsi tata cara dan teknologi-teknologi Tiongkok, termasuk di antaranya teknologi perkapalan yang membuat Demak Bintoro memiliki Armada Laut Terkuat di Nusantara dengan kapal-kapal yang rata-rata mengadopsi desain kapal Junk Tiongkok. Beberapa kapal-kapal milik Demak Bintoro bahkan berukuran 5-10 kali lipat lebih besar daripada kapal-kapal perang Portugis yang dihadapinya di Melayu. Beberapa perwira perang Demak Bintoro bahkan adalah orang Cina, yang antara lain adalah Kapten Gan Ci An yang menjadi Kapten Tionghoa pertama di Indonesia. Toleransi dan kerjasama antara orang Cina dan Pribumi akhirnya runtuh waktu Belanda menjajah Indonesia...karena saat itu Belanda takut bahwa gabungan kekuatan antara orang Cina dan Pribumi akan sangat membahayakan kekuasaan kolonialis Belanda di Indonesia...

Lalu kalau kenapa Barat bilang "China"? Well, itu udah aku kasi di postingan sebelumnya...namun...ada satu fakta bahwa Jalur Sutera adalah jalur yang menghubungkan antara Tiongkok dengan Barat, namun jarang ada yang tahu bahwa PEDAGANG TIONGKOK JARANG YANG SAMPAI KE BARAT, BEGITU JUGA PEDAGANG BARAT JARANG YANG SAMPAI KE TIONGKOK. Ini karena Jalur Sutera melintasi sebuah gurun yang disebut sebagai Gurun Taklamakan, dimana saat itu merupakan Gurun terganas di dunia. Sebagai solusi, maka sebuah kota di tengah gurun didirikan, yaitu kota Kashgar, dan di kota inilah Pedagang Barat dan Tiongkok "bertemu". Sebenarnya tidak tepat dikatakan bertemu, karena proses jual beli lebih berlangsung seperti ini: Pedagang Barat <==> Pedagang Kashgar <==> Pedagang Tiongkok.

Karena jarang sekali terjadi pertemuan langsung, maka nama "China" tidak bisa segera dikoreksi dan malah mengakar kuat sebagai sebutan dari pihak Barat untuk Tiongkok.

Thursday, August 23, 2007

Das Reich der Neüs: Das Anstieg und Fall




Dalam film James Bond 007: Tomorrow Never Dies, dikisahkan ada seorang pengusaha berita yang maniak, bernama Elliot Carver dengan kantor berita miliknya, yaitu CMGN. Musuh jenis inilah yang harus dihadapi oleh agen rahasia 007, karena Elliot Carver hendak mengacaukan perdamaian dunia dengan mengadu domba antara Kerajaan Inggris Raya, salah satu kekuatan laut utama dunia, dengan Republik Rakyat Cina, pemilik angkatan udara terbesar. Diharapkan dengan terjadinya perang ini, maka oplah berita CMGN akan naik, dan dengan begitu Elliot Carver pun akan meraup keuntungan amat besar. Akan tetapi, di kehidupan nyata, mungkinkah ini terjadi?

Nilai Sebuah Informasi:


Seperti pernah dikatakan oleh Kania Sutisnawinata dalam sebuah iklan, “berita telah menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat”. Dalam artian, kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan informasi dan berita pun kini sudah sama tingginya dalam skala kebutuhan. Entah berita itu akan didapatkan dari surat kabar, televisi, radio, ataupun hanya gosip dari mulut ke mulut.

Dalam kehidupan modern, informasi memegang peranan amat penting. Militer tentu saja membutuhkan keakuratan informasi untuk memenangkan sebuah pertempuran, tentu kita masih ingat bagaimana Israel yang dalam jumlah senjata dan pasukan kalah besar dari pasukan Liga Arab, ternyata bisa menang, hanya semata-mata karena Israel memiliki Dinas Rahasia MOSSAD yang amat superior. Lewat informasi yang didapatkan dari MOSSAD itulah maka AB Israel tahu kapan dan dimana harus menyerang sehingga setiap serangan Israel bisa sangat efektif dan efisien serta memiliki tingkat keakuratan yang mematikan.

Oleh karena itu, siapapun yang memegang informasi, maka dia akan memenangkan pertempuran, dalam aspek apapun, mulai dari politik, ekonomi, bisnis, sosial, budaya, hingga ke masalah percintaan sekalipun. Oleh karena itu, masyarakat modern senantiasa haus akan berita dan informasi, karena itu akan membuat mereka untuk tidak ketinggalan dari yang lain, dan sekaligus informasi yang akurat bisa menjadi dasar pertimbangan utama mengenai langkah apa yang akan diambil selanjutnya.


If you know your enemy, and you know yourself, you need not fear the results of hundreds battles (Sun Tzu)

Argentum ad Neüsem:

Mengenai pentingnya informasi seperti yang disebutkan di atas, sudah disadari betul-betul oleh Belanda ketika menjajah Indonesia. Sebagai ilustrasi adalah seperti ini: Angkatan Perang terbesar yang pernah dikenal di Eropa pada era itu adalah milik Perancis, dengan La Grande Armee. Berapa jumlahnya? Kurang lebih 500,000 orang. Negara-negara lain (termasuk Inggris dan Belanda) tentu saja lebih kecil dari itu. Taruh saja jumlah tentara Belanda ada sekitar 250,000 orang. Dari jumlah ini, katakanlah 100,000 digunakan untuk mengamankan Negeri Belanda sendiri, jadi ada 150,000 yang bisa digunakan untuk ekspansi dan pengamanan wilayah koloni. Katakanlah jajahan Belanda ada tiga, yaitu Suriname, Afrika Selatan, dan Indonesia, maka masing-masing secara rata akan mendapatkan jatah 50,000 tentara. Jika jumlah pulau di Indonesia ada 5 pulau besar, maka masing-masing hanya akan dijatah 10,000 tentara. Lalu katakanlah di Pulau Jawa sendiri ada sekitar 4 kerajaan besar (Banten, Cirebon, Mataram, dan Pajajaran) maka alokasi Belanda untuk menghadapi satu kerajaan hanya ada sekitar 2,500 tentara. Ingat, ini baru satu kerajaan thok lho, di satu pulau. Jika masing-masing kerajaan di Indonesia menyediakan kira-kira 10,000 tentara saja dan menyerang Belanda secara serentak, niscaya tidak bakal ada ceritanya Belanda menjajah Indonesia.


Akan tetapi, pintarnya Penjajah Belanda waktu itu; terlepas dari dilakukannya politik Divide et Empira, juga dengan menyembunyikan berita yang ada, sehingga jangan sampai Belanda menghadapi dua pertempuran besar dalam satu waktu. Ini semata-mata karena secara riil tenaga Belanda tidak cukup untuk mempertahankan wilayah jajahan seluas Indonesia. Ini terbukti ketika Jepang menyerang dengan mendaratkan secara serentak pasukannya di berbagai tempat di Pulau Jawa, ternyata Belanda pun tidak mampu menghadapinya.

Pada zaman Jepang, orang mengenal Kantor Berita Domei. Kantor berita ini senantiasa menyiarkan propaganda kemenangan Jepang, terutama dalam pertempuran di Guadalcanal. Dalam kenyataannya, Balatentara Jepang mengalami kekalahan di berbagai wilayah tempur, dimulai dari hancurnya Armada Utama Jepang dalam pertempuran di Midway, lalu kekalahan strategis di Guadalcanal, hingga nanti akhirnya Armada Jepang betul-betul hancur dalam pertempuran di Filippina. Mengenai berita bohong ini, bahkan sampai Jenderal Yoshitsugu Saito di Saipan, dan Jenderal Tadamichi Kuribayashi di Iwo Jima pun hampir tertipu oleh pemerintahnya sendiri. Tadinya Daihonei mungkin ingin menjaga spirit pertempuran tetap tinggi dengan menyembunyikan berita kekalahan, akan tetapi akibatnya justru menjadi bumerang bagi Jepang pada fase-fase akhir perang.

Andaikan saja saat itu Kantor Berita Domei menyiarkan hal yang sebenarnya, tentu para pemimpin bangsa bisa lebih cepat untuk memaksa Jepang dalam memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Menteri Propaganda Jerman era Perang Dunia II, yaitu Joseph Göbbels pernah menggariskan teori kebohongan besar (Argentum ad Neüsem), yaitu “berita bohong apabila disiarkan sebesar dan sesering mungkin, maka akan dianggap sebagai sebuah kebenaran”. Mulai dari sinilah Göbbels telah menggariskan arti penting dari sebuah berita.

Penyiaran Berita Elektronik di Indonesia:
Penyiaran berita dibagi menjadi dua, yaitu penyiaran berita propaganda, dan penyiaran berita profesional.
Berita sebagai alat propaganda masih dijalankan setelah era Perang Dunia II, yaitu oleh dua kubu yang berseberangan di Perang Dingin, yaitu Blok Amerika Serikat dan Blok Uni Soviet, tentu saja masing-masing demi kepentingannya sendiri. Selain itu beberapa negara juga mengaplikasikannya, dan biasanya berita jenis ini dipakai untuk melanggengkan kekuasaan sebuah rezim.
Penyiaran berita profesional, yaitu penyiaran berita dengan mengungkapkan apa yang terjadi pada saat itu, tanpa adanya fakta yang ditutup-tutupi atau ditambah-tambahi. Resikonya, tentu saja berita akan memberikan sebuah efek sosial tertentu pada masyarakat, yang mana hal itu belum tentu baik. Penyiaran berita profesional modern sendiri tidak lepas dari proses sensor dan editing, ini tentu saja dilakukan untuk meredam gejolak negatif yang mungkin timbul dari berita yang disampaikan tersebut.
Dengan diciptakannya satelit dan sistem komunikasi canggih yang lain, maka penyiaran berita pun naik ke level yang lebih tinggi.

Berita elektronik pertama di Indonesia dipelopori oleh RRI, dan setelah televisi diperkenalkan, maka TVRI menjadi pelopor dalam siaran berita pertelevisian. Hanya saja, karena TVRI ini adalah milik pemerintah, maka selain melakukan penyiaran berita secara profesional, TVRI juga melakukan menyiarkan propaganda pemerintah. Berhubung TVRI adalah satu-satunya stasiun televisi, juga semakin kuatnya Rezim Soeharto saat itu, maka pemijahan antara penyiaran profesional dan penyiaran propaganda pun menjadi kabur.

Era Pemberitaan Televisi Swasta

RCTI muncul sebagai stasiun TV swasta pertama mendampingi TVRI pada 1988, yang lalu ikut membidani kelahiran SCTV setahun kemudian. Saat itu RCTI dan SCTV masih berada dalam satu manajemen (sebelum nanti SCTV berpisah pada medio 90-an). Dari sini RCTI menyiarkan berita yaitu Seputar Indonesia yang mana formatnya masih sama dengan Berita Nasional TVRI. Bahkan RCTI dan SCTV pun saat itu masih “dipaksa” harus menyiarkan program Dunia Dalam Berita milik TVRI.

Dengan belum matangnya format Seputar Indonesia (waktu itu SCTV belum mengeluarkan program berita sendiri), maka TVRI dan RCTI masih berdampingan sebagai duopolis penyiaran berita di Indonesia. Dari TVRI kita mengenal nama-nama legendaris seperti Magdalena Daluas, Mieke Malaon, Muniati Sulam, juga Max Sopacua dan Hasan Ashari Oramahi. Sementara di RCTI ada Dana Iswara, Desi Anwar, juga Zsa Zsa Yusaryahya dan Helmi Johannes. Hingga medio 90-an, dominasi TVRI dalam pemberitaan masih amat kuat, sehingga RCTI hanya bergerak utamanya dalam bidang hiburan.
Munculnya TPI di kemudian hari menambah khasanah pertelevisian di tanah air. Akan tetapi dari segi format berita, TPI tidak menawarkan sesuatu yang baru. Maklum saja, pemilik TPI adalah Mbak Tutut, yang notabene merupakan anak Pak Harto. Saat itu timbul spesifikasi tugas seperti ini: TVRI-berita, RCTI/SCTV-hiburan, TPI-pendidikan.

Revolusi Penyiaran Berita:

TVRI masih amat kuat hingga medio 90-an, dan meskipun televisi swasta lain masuk, yaitu ANTV yang kemudian disusul oleh Indosiar, juga tidak mengahdirkan sesuatu yang baru, karena kedua TV ini sama sekali tidak menyiarkan berita. Spesifikasi tugas pun berubah kembali menjadi seperti ini: TVRI-berita, RCTI-sinetron, SCTV-telenovela, ANTV-musik dan kuis impor, TPI-film india, dan Indosiar-film barat. Kita bisa lihat bahwa TPI sudah mulai berubah orientasinya menuju hiburan.

Di saat inilah revolusi muncul dari RCTI dan SCTV. Terjadinya konflik internal di tubuh pemberitaan RCTI akhirnya menyingkirkan nama-nama beken macam Desi Anwar dan Zsa Zsa Yusaryahya. Selepas konflik itu, RCTI dan Seputar Indonesia pun sedikit cooldown sehingga “tenggelam”. SCTV pun akhirnya memisahkan diri dari RCTI, dan emoh untuk mengekor Seputar Indonesia, maka SCTV menciptakan program berita baru bernama Liputan 6, dinamakan begitu karena disiarkan pada Pukul 6 Pagi dan 6 sore. Ini berarti RCTI dan SCTV mulai menyaingi program Berita Nasional TVRI, meskipun siaran Dunia Dalam Berita masih disender oleh seluruh stasiun swasta hingga tahun 1998. ANTV lalu mulai membuat program berita bernama “Cakrawala” dan Indosiar pun, setelah sekian lama bersikukuh untuk tidak membuat program berita, akhirnya membuat juga dengan nama “Horizon”.

The Downfall of TVRI

Setelah melepaskan diri dari RCTI, SCTV dengan Liputan 6-nya, meskipun masih mengambil format dari Seputar Indonesia, ternyata tampil lebih berani. Liputan 6 adalah satu-satunya siaran berita yang durasinya mencapai satu jam secara konsekutif, dan dengan begitu menegaskan diri sebagai siaran berita revolusioner. Anchor-anchor dari SCTV pun mulai bermunculan dan mengambil namanya saat saudara tuanya “tertidur”. Nama-nama seperti Ira Koesno, lalu Ariana Herawaty, dan Arief Suditomo pun mulai banyak dikenal oleh pemirsa televisi Indonesia.

Ketika rezim Soeharto jatuh pada tahun 1998, maka TVRI pun seolah kehilangan pamornya. Dimulai dengan tidak wajibnya TV swasta untuk menyender Dunia Dalam Berita dan Berita Nasional membuat TV swasta harus mandiri dalam siaran beritanya. Tapi siapa yang akan menggantikan posisi TVRI saat itu? Rupanya SCTV adalah yang paling siap. Gebrakan-gebrakan revolusioner pun dilakukan oleh SCTV, yang tampaknya benar-benar serius menggarap soal yang satu ini. Format wawancara dalam sebuah acara berita, lalu liputan langsung, dan beberapa perubahan revolusioner lain membuat SCTV menjadi yang terdepan dalam hal pemberitaan.

Catatan juga adalah SCTV bukanlah yang pertama dalam melakukan segala sesuatu, tapi SCTV selalu bisa menyajikannya dengan cara-cara yang berbeda, berbeda dari metode ortodoks seperti yang selama ini diambil dari sistem Berita Nasional. Misalnya dalam pertama kali Liputan 6 Malam, SCTV memperkenalkan metode bahwa anchor yang membawakan tidak duduk melainkan berdiri.

New Emerging Forces


Memasuki tahun 2000, semua stasion sudah mantap dengan formatnya masing-masing, RCTI dengan Seputar Indonesia-nya yang masih menganut mazhab klasik, dan SCTV dengan mazhab kontemporer. Hingga medio ini, mazhab klasik masih paling banyak dianut oleh stasiun TV sehingga hanya SCTV sendiri saja lah yang melaju dengan mazhab kontemporer-nya.
Pada tahun ini pula muncul pemain baru, yaitu TransTV dan MetroTV. TransTV muncul dengan paradigma sebagai televisi hiburan, akan tetapi memiliki program berita yang non-konvensional. Cara-cara penyajian berita dari TransTV betul-betul inortodoks dan di luar metode-metode baku saat itu. Reportase adalah sebuah revolusi baru dari sebuah jurnalisme investigasi (meskipun metode ini sebenarnya sudah diperkenalkan oleh SCTV), dan setelah mengakuisisi TV7 menjadi Trans7, maka sentuhan klasik pun diberikan kepada Trans7, ibarat seperti tim balap Ferrari yang memberi mesin pada tim Sauber Petronas.

MetroTV muncul sebagai fenomena baru karena merupakan stasiun TV yang full menayangkan berita. Formatnya adalah mirip seperti CNN-nya Indonesia. MetroTV juga menyajikan kombinasi unik antara metode klasik RCTI dengan metode kontemporer SCTV, meskipun jujur saja, selain konsep stasiun televisinya, tidak ada konsep baru dalam hal pemberitaan. Sehubungan dengan statusnya sebagai stasiun TV khusus berita, maka semua aspek berita, inilah yang dijual oleh MetroTV, termasuk juga anchor-anchornya. Awalnya, banyak nada pesimistis apakah MetroTV bisa bertahan di tengah serangan stasiun TV variety, tapi perjalanan waktu membuktikan sebaliknya. Lewat MetroTV inilah, nama Desi Anwar dan Zsa Zsa Yusaryahya kembali.

Sebagai pelopor, SCTV sendiri malah agak tersendat, ini mungkin selain berkembang pesatnya TV lain, juga banyak diantara orang-orangnya yang diambil oleh TV lain, antara lain Arief Suditomo ke RCTI, lalu Valerina Daniel, Sandrina Malakiano, dan Kania Sutisnawinata ke MetroTV, tapi penggembosan paling besar dilakukan oleh ANTV setelah “membajak” Karni Ilyas, Ariana Herawaty, Grace Natalie, dan Indi Rahmawaty; belakangan Valerina Daniel menyusul kolega-koleganya untuk bergabung di ANTV.

The Establishment of The Reich

Kemudian, bagaimanakah posisi masing-masing stasiun berita ini terakhir? Berikut adalah rangkumannya:

Mazhab Klasik:

TVRI, untuk sementara masih “tertidur”, dan entah kapan akan terbangun kembali. Akan tetapi, mazhab klasik TVRI pernah menjadi standar dan kiblat bagi dunia pemberitaan televisi di Indonesia. Apabila diumpamakan seperti tim sepakbola, maka TVRI ini adalah Uruguay, pernah merajai dunia, tapi entah kapan lagi…

RCTI, masih menganut mazhab klasik dalam siaran berita utamanya, namun lewat masuknya Arief Suditomo sebagai PemRed, maka “citarasa” SCTV pun hadir di dalamnya. Belakangan, kekuatan RCTI bertambah dengan masuknya Chantal della Concetta dari MetroTV: salah satu Jewel In The Screen, dan Isyana Bagoes Oka. Tampaknya RCTI berharap untuk meneruskan kembali masa jayanya. Dalam hal ini, bolehlah kita umpamakan dengan tim Jerman. Mereka adalah pionir dan peletak dasar dari pemberitaan TV Swasta yang kita kenal sekarang...

ANTV, sempat lemah pada awal-awal, tapi kemudian setelah take over oleh StarTV, ANTV membenahi besar-besaran program beritanya, termasuk mengontrak pemain-pemain baru, di antaranya adalah duet maut Rahma Alia dan Valerina Daniel…bagi mereka yang ingin meraih kejayaan, maka ANTV adalah tim Spanyol, memiliki talenta hebat, tapi sayang agak terseok-seok untuk mencapai puncak.

TPI, pada era TVRI, TPI sempat tampil menjanjikan, sayangnya lalu TPI terjebak dalam mazhab klasiknya, dan akhirnya terbenam sama sekali setelah fokus dialihkan ke hiburan. Untuk TPI, kita berikan tim Portugal, kuda hitam yang selalu mengancam.

Indosiar, mereka adalah tim bermazhab klasik paling lemah, dan sama sekali belum pernah merajai puncak. Berkali-kali berusaha, tapi sayangnya tidak pernah berhasil. Inggris? Oh, tidak-tidak,…untuk mereka paling tepat adalah tim Paraguay.

Mazhab Kontemporer:

TransTV, muncul dengan gayanya yang luar biasa, dan pendekatan baru terhadap berita yang belum pernah ada sebelumnya. TransTV layak mendapatkan acungan jempol atas gaya berita yang non-ortodoks dan betul-betul unik. Untuk mereka, adalah tim Argentina, tim Tango, kehadirannya selalu menyenangkan dan selalu ditunggu, seperti juga mereka menanti seorang Maradona.

MetroTV, menjadi unggul sebagai satu-satunya stasiun yang menyiarkan full berita, serta memiliki kombinasi anchor yang amat banyak dan dahsyat. Metro memiliki semua yang dibutuhkan untuk menjadi sukses, sayangnya tidak ada yang baru dalam hal format pemberitaan, dan juga sekarang komposisi anchor mereka pun tidak lagi sekuat dulu. Untuk mereka, inilah tim Italia. Meskipun juara dunia, tapi orang selalu merindukan masa-masa keemasan Catenaccio.

SCTV, sempat limbung setelah ditinggal pergi beberapa orangnya, akan tetapi kekuatan SCTV bukan pada orang per orang, melainkan pada sistem yang telah dibangun dengan susah payah. Berapapun orang SCTV diambil, mereka seolah seperti bisa membuat kembali yang sama baik. Sistem dan format SCTV bahkan menjadi pionir dan mendasari format-format berita di stasiun lain. Merekalah juara dunia sesungguhnya, inilah tim Brazil, karena mereka datang untuk menang!

To be continued…
Next: Time of The Titans

Monday, July 2, 2007

Suara Anda: Still Suffering For Chantal







Tak terasa sudah hampir sebulan ini Chantal della Concetta meninggalkan MetroTV, dan selama sebulan ini pula hampir tidak ada perkembangan berarti dari Suara Anda. Dari semua program MetroTV yang dipegang oleh Chantal, tampaknya hanya Suara Anda lah yang sampai saat ini masih "merana". Yah, dibilang merana karena sampai sekarang tampaknya Suara Anda lah yang merasakan kehilangan Chantal yang amat sangat. Bagaimana mungkin bisa demikian? Berikut ini adalah analisa saya.





Keunikan Suara Anda





Apa yang membuat program Suara Anda berbeda dengan program yang lain? Apakah karena ini melibatkan orang umum? Tidak, ada beberapa program di MetroTV dan station lainnya yang seperti ini, contohnya seperti Public Corner. Satu hal yang menjadikan Suara Anda itu unik adalah bahwa Suara Anda memungkinkan seorang penelepon untuk memilih sebuah berita, kemudian berkomentar seputar tentang berita itu, dengan hanya dipandu oleh seorang host, TANPA ADANYA NARASUMBER.





Ketiadaan Narasumber ini membuat penelepon dalam Suara Anda memiliki kebebasan untuk berbicara sesuai dengan apa yang dia pikirkan, apa yang menjadi pendapatnya, dan bagaimana cara pandang si penelepon tersebut terhadap sebuah topik berita kejadian terkini. Pemilihan berita sendiri macam-macam, jadi tidak terfokus hanya pada satu berita saja. Mulai dari yang full-serius hingga berita ringan, dari dalam negeri sampai ke luar negeri. Dan tentu saja sang penelepon punya kebebasan untuk memilih berita mana yang dia sukai, dan host tidak boleh sekalipun mengarahkan penelepon untuk memilih salah satu topik. Akibatnya, ketika waktu tidak cukup, bisa saja sebuah berita "ditinggalkan", biarpun itu adalah berita yang sedang 'panas', biarpun itu adalah topik utama dalam Metro Hari Ini, biarpun tingkat kepentingannya sebenarnya sangat mendesak.



Chantal di Suara Anda

Seperti pernah disebutkan dalam post sebelumnya, Chantal ibarat seorang "penakluk" yang langsung "menguasai" Suara Anda begitu dia mendapat kesempatan memegangnya. Tak hanya menjalankan tugas dengan baik, Chantal juga berhasil menggariskan image baru di Suara Anda sehingga seolah-olah Suara Anda benar-benar menjadi "milik Chantal" seorang.

Di sini memang terlihat betul bagaimana sebenarnya kemampauan dari seorang Chantal della Concetta dalam apa yang saya sebut sebagai "Commoner Management". Satu skill yang sebenarnya sangat langka dan sulit sekali ditemukan pada anchor lain. Seolah-olah adalah program Suara Anda ini memang sengaja diciptakan "khusus untuk Chantal".

Lalu, apa yang membuat Chantal berbeda? Mengingat pada post saya terdahulu (di awal-awal blog ini), saya akan tinjau kembali:

1. Chantal memiliki metode yang khas untuk menyapa dan mengobrol kepada penelepon. Chantal dalam hal ini bersikap keibuan, dan dia pun menjadi apa yang saya sebut sebagai "seorang Ibu yang tengah mendengarkan keluhan dari anak-anaknya". Dia dengan sabar akan mendengarkan apapun yang para penelepon katakan, dan belum pernah (sepanjang pengetahuan saya) dia memberikan "judgement" atas pendapat penelepon, belum pernah juga dia menyeret penelepon dalam "diskusi yang panjang dan tidak perlu".

2. Penguasaan manajemen durasi yang baik. Manajemen durasi di sini bukan hanya bagaimana durasi setiap telepon atas suatu berita, melainkan juga seluruh acara secara utuh. Sering kali saya melihat bagaimana Chantal dengan lihainya melakukan "manuver durasi" yang amat rumit sehingga semua berita bisa ditayangkan, dipilih, dan masih ada waktu untuk mengobrol dengan para penelepon.

3. Chantal tidak pernah berupaya untuk mengarahkan opini seorang penelepon. Lebih sering dia bertanya: "bagaimana pendapat anda tentang...?" atau "mengapa anda tertarik memilih berita ini?" atau "suka dengan...?". Jarang sekali dia mengarahkan opini penelepon. Penelepon dibebaskan untuk mengobrol sesuai dengan apa yang diopinikan oleh mereka, dan juga Chantal bisa dengan hebatnya mengimbangi mereka (dalam artian lebih sebagai seorang Konselor bukan Debat Kusir), biarpun masalah itu mungkin berada di luar pengetahuannya (misal saja mengenai agama). Kemampuan mengimbangi tanpa menggurui ini membuat penelepon merasa lebih dihargai, dan juga adalah salah satu kemampuan langka yang jarang sekali dimiliki. Anchor lain biasanya lebih nyaman mengobrol dengan orang yang memiliki tingkat intelegensi dan latar belakang status yang setingkat dengan mereka, sedangkan pendekatan Chantal "bisa diterima oleh orang yang paling bodoh sekalipun, tanpa harus menggurui".

4. Faktor fisik, suara yang nyaman, gaya yang keibuan, wajah nan sendu dan melankolis, serta gaya bicara yang amat enak sekali untuk didengarkan. Aspek-aspek fisik ini menambahkan "intelejensia sosial" yang dimiliki oleh Chantal. Chantal seolah memiliki kemampuan untuk "menyesuaikan diri" dengan siapapun yang diajak bicara. Ia pun tegas, tetapi tidak memaksa. Orang tentu saja bakal betah memandang Chantal berlama-lama di layar televisi, apalagi mereka yang menelepon langsung, tapi bairpun tidak menelepon, orang pun bisa saja dengan setia menunggui Chantal atas "keunggulannya" yang satu ini. Sehingga sering kali saya berpikir, bagaimana mungkin "A Jewel in The Screen" bisa dilepas begitu saja oleh MetroTV?

Dengan semua keunggulan ini, Chantal memang telah menggariskan sebuah standar baru dalam Suara Anda. Langsung tak langsung, entah suka atau tidak, Suara Anda benar-benar menjelma dalam "Chantal's Style". Adalah sebuah PR yang luar biasa sulit bagi para anchor penerusnya untuk bisa menghapus "Chantal's Style" ini dari Suara Anda. Sampai sekarang pun belum ada yang berhasil...

Mereka Yang Mencoba...

Bagi mereka yang mengikuti Suara Anda, amat jelas sekali bahwa Chantal bukanlah yang pertama. Sebelumnya acara ini dipegang oleh Rahma Sarita dan juga oleh Virgie Baker. Akan tetapi tak ada yang menyangkal pula bahwa justru di saat dipegang oleh Chantal della Concetta lah Suara Anda menemukan "jati dirinya".
lalu kemudian, siapa saja anchor yang berusaha untuk "mengisi kekosongan" akibat kepergian Chantal? Akan kita bahas siapa saja mereka, dan bagaimana cara mereka bersikap di Suara Anda ini lengkap dengan kekuatan dan kelemahan (sampel dipilih dari yang minimal pernah memegang Suara Anda sebanyak dua kali):

Rahma Sarita:
The big Rahma is back! Selepas kepergian Chantal, Rahma Sarita pun "turun gunung" dan kembali dari "pertapaan" untuk memegang kembali Suara Anda. Rahma Sarita memiliki kekuatan, terutama dari segi Manajemen Durasi dan Penguasaan Massa. Akan tetapi tidak seperti Chantal, Rahma memiliki opini sendiri mengenai sebuah berita, dan tidak segan-segan untuk "menyerang" dan "mengalahkan" opini penelepon yang berbeda dari opininya. Beberapa kali Rahma terlihat menggunakan "kekuasaannya" untuk ini. Ketika seorang penelepon dalam berita tentang poligamy menyatakan setuju dengan poligamy, maka Rahma langsung "memotongnya". Sikap ini jelas amat sangat diktator sekali. Sayangnya, sekembalinya Rahma dari "pertapaannya", Rahma seolah kehilangan "beberapa aspek dan karismanya", untuk lebih detil saya tidak bisa menjelaskan, akan tetapi bahwa Rahma tidak sama dengan Rahma yang dulu, itu jelas.

Virgie Baker:
Inilah "pemilik asli" dari Suara Anda, setelah absen lama akibat cuti hamil. Virgie pun akhirnya kembali dan mencoba untuk memegang kembali kendali Suara Anda yang sempat kosong. Karena pernah "menggawangi" program ini, maka setidaknya Virgie "tahu apa yang harus dia lakukan". Virgie tahu bagaimana harus bersikap, dan apa saja yang musti dipersiapkan. Sayangnya, Virgie tergolong konservatif. Dia memiliki kelemahan karena sebelum bertanya, dia terkadang "menggiring" penelepon untuk masuk ke dalam "koridor opini" yang telah terlebih dahulu dia tetapkan; padahal mungkin tidak semua penelepon bisa masuk dalam "koridor" ini. Bagi mereka yang tidak bisa mengikuti pola yang telah ditetapkan oleh Virgie ini, siap-siap saja "melongo" di depan telepon sementara Virgie "menutup kasusnya". Virgie juga punya kelemahan dalam Manajemen Durasi, manuver-nya tidak selincah Chantal sehingga Virgie lebih sering harus "meninggalkan berita" ataupun "menanyangkan berita tanpa opini". Satu hal yang baik dari Virgie adalah bahwa dia santai, dan nada bicaranya tidak menggurui, bagaikan berbicara dengan seorang teman akrab saja layaknya.

Meutya Hafid:
The brightest star of MetroTV, Meutya memegang Suara Anda dalam kapasitasnya sebagai "second-in-command". Dalam hal skill, tak ada yang meragukan Meutya, bahkan Mut2 pun memiliki ketenangan mental dan keteduhan gesture fisik yang dibutuhkan dalam menangani Suara Anda. Mut2 lebih tenang dan sabar dalam menghadapi penelepon, itu jika dibandingkan dengan Rahma, serta ia lebih sering tersenyum, akan tetapi sayangnya ini membuat Manajemen Durasi-nya menjadi lemah. Mut2 juga memiliki kecenderungan untuk konservatif, persis seperti Virgie. Tapi sekaligus juga ada sebuah rasa sungkan dari Mut2 untuk melakukan dialog. Ini mungkin karena Mut2 sadar bahwa dia memiliki kemampuan interogasi yang sama dengan Najwa Shihab, yang biasanya hanya digunakan untuk "membantai target besar". Ini mungkin yang menyebabkan Mut2 sungkan, supaya tidak menyakiti hati penelepon. Oleh karena itu, karena lebih sering "bermain aman", maka potensi Mut2 tidak bisa keluar, padahal Suara Anda adalah "tempat latihan" terbaik untuk meningkatkan skill-nya.

Fifi Aleyda Yahya:
Dari semuanya, mungkin Fifi Yahya adalah yang paling "gagal". Beberapa kali dia menjabat di posisi itu, dan sebanyak itu pula dia mengacaukannya, akibat tidak kuat pada tekanan yang ada di Suara Anda. Aneh sekali, padahal dari segi skill, maka Fifi ini tergolong anchor dengan jam terbang yang amat mumpuni. Sehingga patut dipertanyakan pula, bagaimana mungkin seorang Fifi Aleyda Yahya yang mampu menghandel orang sekaliber Gubernur, bahkan Presiden sekalipun, justru malah "bertekuk lutut" di hadapan "rakyat biasa"? Semoga saja Fifi mau belajar dari kesalahannya, karena memang menangani Suara Anda bisa saja lebih sulit daripada menangani seorang Presiden Amerika Serikat sekalipun.

Penerus Tahta

Selepas Chantal, patut menjadi sebuah pertanyaan mengenai siapa yang sebaiknya menjadi penerus tahta di Suara Anda. Siapa yang sekiranya bisa menangani dan menyembuhkan Suara Anda dari "Chantal Syndromme"? Berikut adalah kandidat-kandidat dalam MetroTV sendiri yang sekiranya layak dijadikan pertimbangan untuk pengganti Chantal:

1. Frida Lidwina, sama seperti Chantal, dialah salah satu anchor berkemampuan "multirole", bahkan boleh saya sebut sebagai anchor berkemampuan paling lengkap di MetroTV. Selain itu, dari segi fisik dan intelejensia, Frida lah yang sebenarnya paling pantas untuk menggantikan Chantal, hanya saja kemampuan "multirole" ini membuatnya paling diperebutkan dalam program-program lain.

2. Kania Sutisnawinata, skill dan diversifikasi kemampuannya hampir sama seperti Frida Lidwina. Akan tetapi sifat multirole-nya juga merugikannya, karena dia pasti lebih ditarik untuk program-program yang lebih penting lainnya.

3. Meutya Hafid, the rising star, dengan sedikit polesan dan apabila dia bisa mengendalikan "senjata raksasanya", maka Mut2 pun layak untuk menggantikan Chantal di Suara Anda.

4. Eva Julianti, pengganti Chantal, termasuk salah satu anchor multirole. Hanya sayang saja, mungkin dia belum mendapatkan kesempatannya. Apabila dia bisa mempelajari semua hal yang diperlukan, maka dalam waktu satu tahun lagi, orang akan lupa dengan Chantal.

5. Prita Laura, anchor paling favorit se-Indonesia. Sayangnya Lulu memiliki "naluri membunuh" yang terkadang sering keluar dalam sebuah dialog. Apabila Lulu bisa mengendalikan "naluri membunuh" ini, maka dia pun layak menjadi alternatif.

6. Amelia Ardan, satu hal positif di sini adalah sikap keibuannya. Walaupun begitu, untuk memegang Suara Anda, dia harus membuktikan dulu bahwa dia juga jago dalam beberapa aspek lainnya.

7. Dian Krishna, setidaknya dia santai dan nyaman, itu yang penting. Akan tetapi bagaimana kah sikapnya dalam menghadapi penelepon?

Sampai ditemukannya orang yang bisa menggantikan Chantal, maka selama itulah Suara Anda akan tetap "menderita". Saya pun mulai sering merindukan kembalinya Chantal ke program Suara Anda, dan meskipun Virgie menjalankan tugasnya dengan baik untuk memegang Suara Anda, tetapi masih belum cukup untuk menghapuskan "Chantal Syndromme".

Dan kami masih menanti...

Presented by: Andrade_Silva Mandaluniz Aizkarate

Monday, June 25, 2007

Memoir for Gadiza



This memoir is the collection of poets, songs, and rhymes, specially presented for Gadiza Fauzi, my beloved and most favorite anchor.





The Fifth of December





Remember, remember, The Fifth of December
A Creature was Born, so beauty and Plot
I can see no reason why she must to forgot...

Remember, Remember, The Fifth of December
When candle lit and all the tart we eat
We can't stand from our seat by the time she read

Remember, Remember, The Fifth of December
For no man can't get what she doesn't let
And sun will set in the eye of a cat

Remember, remember, The Fifth of December
As the mousy smile and finger of no ring
And we wait for a while for a news she sing...

Why should we remember The Fifth of December?
Is it a day of Memories or just line of number?
Why should a birthday be petrified in the glimpse of mind?
Simply because of the girl that will not be mine?


For a girl born in the Fifth of December
Gadiza is his name, should we remember
The almond eyes in the tiny face of laughter
Skin so white like a snow freezes the summer

Gadiza is her name, so childful and warm
Her voice are firm, so soft and calm
Like a breezing wind flowing on realm
And seagulls flies above the rattling palm.

Gadiza, Gadiza, please smile don't shy
Cause you mousy smile made Edain fly
Smile and let your worry away
And today we sang you: "Happy Birthday".

(Andrade: This poem is for Gadiza's Birthday).

Gadiza is my favorite and most beloved anchor. And I think I'm willing to trade the world just for a chance to be near her. However, for this momment, this is all that I can do...

BLACK IS THE COLOR
(Originated from the Song of The Corrs at Home)




Black is the colour of my true loves hair
Her lips are like some roses fair
She has the sweetest smile and the gentlest hands
And I love the ground whereon she stands

I love my love and well she knows
I love the ground whereon she goes
I wish that day would soon come
When she and I can be as one


I go to the Clyde and I mourn and weep
For satisfied I never sleep
I write him letters just a few short lines
And I suffer death ten thousand times


Black is the colour of my true loves hair
Her lips are like some roses fair
She has the sweetest smile and the gentlest hands
And I love the ground whereon she stands
I love the ground whereon she stands

I love I love I love the ground whereon she stands

(Andrade: This songs is re-written specially to Gadiza)
Was it wrong to present somethings to one we adore most? Yes? Then I'm ready to make the biggest mistake in my life. Till the mountains and hills wears away, and all I can do is just sit here and watch you sing the news from the glass screen.

Thursday, June 21, 2007

Meutya Hafid -The Lady of The Ring-


Berikut adalah hasil penyelidikan saya selama berhari-hari mengenai misteri cincin yang dipakai oleh Meutya Hafid. Courtessy to all Forum Members yang telah membantu saya menjalankan penyelidikan ini, meskipun hanya dari balik layar kaca.
WARNING:
THIS BLOG CONTAINS CRUEL AND VIOLENT OPINION ABOUT MEUTYA HAFID
PARENTAL ADVISORY AND OPEN-MINDEDNESS NEEDED
Disclaimer:
If you're trully a die hard fans of Meutya Hafid, please exit this Blog at once, for some of the contents in this Blog perhaps irritating in your point-of-view. Should you decide to continue, chill out, and keep reading till the last word!


PART I: "THE PLAYSHIP OF THE RING"




File: 06-05-2007 by. Aschu


Sudah dua kali (Jum'at dan senin kemaren yang berarti sudah dapat di ambil kesimpulan) ada sesuatu yang baru di jari manis kanan Meutya Hafid.


(Ini untuk pertama kalinya cincin itu terlihat)


File: 06-09-2007 by. Andrade

Omong-omong soal Meutya Hafid, ada yang liat n mungkin notice cara dia pake cincin nggak?

Jadi, pada saat MHI ama Headline News jam 07:00 malem, Mut2 pake cincin di jari manis kanan.Kemudian, saat Headline News jam 08:00 malem, kali ini cincinnya pindah di jari manis tangan kiri.Nah, yang agak aneh lagi adalah pada saat Top9 News, cincinnya pindah lagi ke tangan kanan, tapi kali ini di jari tengah.

So, iseng2 saya tanya sama temen saya perihal arti daripada pemakaian cincin, dan dia menjawab seperti ini:Cincin di jari manis tangan kanan itu artinya cincin kawin (wedding ring),Cincin di jari manis tangan kiri itu artinya cincin ikatan (engagement ring),Sedangkan apabila cincin ditaruh bukan di jari manis (misalkan saja dalam kasus ini berarti di jari tengah) maka itu tidak berarti apa-apa, alias cuman sekedar cincin biasa.

Oleh karena itu, teman saya tersebut tidak pernah memakai cincin di jari manis, kecuali apabila cincin tersebut benar-benar meaningful banget buat dia. Misalkan aja dikasi cincin ama cowoknya (artinya sama aja dilamar, ya?)So, itulah yang membuat saya agak bingung, soalnya begini:

1. Urutan perubahan cincin tersebut kalau diurutkan menjadi seperti ini marriage==>engagement==>totally meaningless. Padahal yang seharusnya kan meaningless==>engagement==>marriage, kan?

2. Perubahan tersebut hanya berlangsung dalam tempo yang singkat (cuma 2 jam saja).3. Sebelumnya Mut2 selalu memakai cincin di jari manis tangan kanan, dan tidak pernah diganti-ganti. Hal yang sama dilakukan juga oleh anchor MetroTV yang sudah kawin lainnya seperti Kania Sutisnawinata atau Najwa Shihab. Perkecualian adalah Eva Julianti (cincin tangan kiri) dan Frida Lidwina (tanpa cincin).

So, dengan terlebih dahulu memohon maaf kepada orang yang bersangkutan, maka saya ada beberapa teori seperti ini:

1. Mut2 tidak tahu (atau tidak peduli) mengenai urutan cincin itu, dan menganggap bahwa "a ring is just a ring".

Sangkalan: Selama ini Mut2 selalu memakai cincinnya di tangan kanan dan tak pernah berubah, lalu pada hari ini perubahannya cukup cepat, sehingga hampir tak mungkin jika hanya sekedar "iseng" belaka.

2. Ada kekacauan mengenai pemakaian kembali cincin tersebut apabila dikaitkan dengan perubahan pakaian (outfit).

Pendukung: Mut2 memakai baju yang berbeda saat di MHI dan di Top9.S

Sangkalan: Baju MHI dan HN jam 7 tidak berbeda dengan baju HN jam 8, tapi saat itu juga cincin sudah berpindah, jadi tidak mungkin dia kacau memakai cincin. Apalagi cincin ikatan biasanya tidak pernah dilepas kecuali untuk mandi saja.

3. Mungkin jari manis kanannya sakit, sehingga cincin itu sengaja dipindah.

Sangkalan: Dugaan ini betul pada kasus pertama (dari tangan kanan ke kiri), tapi menjadi mentah kembali di kasus kedua. Apabila memang benar begitu, bisa juga kan menetapkan dahulu cincin itu di tangan kiri daripada dipindah ke jari tengah yang malah membuatnya tidak berarti? Lagipula, jarang sekali ada kasus jari bisa mendadak sakit hanya dalam tempo 2 jam kecuali kalau (seperti di film2 kartun) tiba2 ukurannya membesar dalam tempo yang sangat singkat itu.

4. Terjadi perubahan status dalam pernikahan (atau rencana pernikahan) Mut2.

Sangkalan: Urutannya terbalik, mungkin saja apabila progresif, masih bisa masuk akal, akan tetapi saat ini, perubahannya malah justru menuju ke wilayah negatif. Lagipula perubahannya terlalu cepat.

5. Terjadi tragedi, berkaitan dengan pernikahan/rencana pernikahan Mut2.

Pendukung: Mulai sejak HN jam 8, Mut2 terlihat "tidak bersemangat" dan wajahnya pun seolah ceria yang dipaksakan. Pada Top9, suaranya agak serak, sehingga saya mengasumsikan dia baru saja menangis.

6. Iseng saja....

Sangkalan: masa sih, Mut2 iseng dengan sesuatu yang cukup sakral?


Oleh karena itu, kita lihat saja bagaimana besok hari senin. Ada beberapa kemungkinan yang terjadi:

1. Misal cincin tersebut masih tetap di jari manis tangan kanan, berarti dugaan 1, 2, dan 3 benar. Dugaan ke-4 juga bisa benar, tapi kalau begitu berarti Mut2 dan fiancee-nya sudah berhasil menyelesaikan masalahnya.

2. Cincin tetap di tangan kiri, berarti dugaan 1, 3, dan 4 benar. Tapi kemungkinan bila terjadi permasalahan, mungkin tidak terlalu serius, dan paling banter hanya menunda pernikahan.

3. Cincin tidak ada di tempatnya. Selain daripada kemungkinan no. 6 benar, kemungkinan no. 4 juga benar, tapi itu berarti bisa jadi Mut2 "dumped" atau "dumped by" her fiancee. Kasian, ya?

4. Cincin masih dipakai tetapi tidak di jari manis. Selain dari no 1, 3, dan 6, ini bisa berarti kemungkinan no. 5 benar, dan terjadi "tragedi" yang bersifat alami.

(Hipotesa pertama saya sekaligus tentang perubahan fase cincin)


File 06-11-2007 by. Andrade

And, closing statement from me.

Ternyata Mut2 menggunakan cincinnya kembali, tapi kali ini di tangan kiri.

Ini artinya kemungkinan Mut2 tidak mendapatkan masalah apapun dengan pernikahannya.Terlepas dari semua itu, maka izinkanlah saya untuk menyampaikan hipotesis penutup saya atas fenomena ini.

Dari hasil penerawangan saya berhari-hari, maka saya menduga kronologis yang terjadi pada Meutya Hafid saat itu mungkin seperti ini:

Dugaan 1:Pada antara jam 07:00, Mut2 mungkin mendapatkan kabar mengenai ditundanya pernikahan (atau ada sesuatu hal yang intinya menunda pernikahan), oleh karena itu dia mengganti cincinnya ke tangan kiri. Mungkin akibat jengkel atau emosi (saya duga terjadi pertengkaran kecil saat itu) maka Mut2 lalu menggantinya di jari tengah tangan kanan.

Dugaan 2:Mungkin saja Mut2 masih tunangan sebenarnya, cuman dia memakainya di tangan kanan. Mungkin juga Mut2 tidak begitu paham mengenai penempatan cincin yang baikdan benar. Pada jam 07:00 itu, ada yang memberitahunya mengenai posisi cincin yang salah dan Mut2 menggantinya. Lalu mungkin dia memberitahukan kepada cowoknya bahwa posisi cincinnya salah, tapi si cowok tidak terima, sehingga terjadi pertengkaran, dan dalam keadaan jengkel, Mut2 memasang cincinnya salah di jari tengah. (Intinya pokoknya terjadi pertengkaran saat itu).

Dugaan 3:Sebab lain yang hanya Mut2 dan cowoknya saja yang tahu....



PART II: "THE TWO FINGERS"

File: 06-13-2007 by. Andrade

Btw, ada yang aneh lagi dari Meutya Hafid kemarin.Pas di Top9 News, cincinnya dipasang di kanan, tapi setengah jam kemudia, di Today's Dialogue, udah pindah ke kiri.Aduh, Mbak Mut2, yang konsisten dong! Masa cincin dipakainya berubah-rubah??Itu kan cincin ikatan, bukan cincin sembarang cincin. "The One Ring" gitu lho!

Oke, sekarang ini hipotesa berikutnya, sudah semakin mengerucut nih:

Hipotesa Positif:

Meutya Hafid tidak menganggap bahwa penempatan cincin adalah sebuah hal yang signifikan. Baginya, mungkin a ring is just a symbol, biarpun itu adalah "The One Ring" itu sendiri. Baginya, mungkin yang paling penting adalah pernikahannya, so anywhere the ring must be is fine bagi dia.
Ini diperkuat dengan fakta bahwa perubahan posisi cincin itu sendiri sudah cukup konsisten, yaitu di Top9 News dan MHI cincin ada di kanan, sedangkan hanya di Today's Dialogue saja cincin itu pindah ke kiri. Oleh karena itu, penganut azas positif bisa saja menganggap bahwa penempatan cincin di jari tengah tempo hari adalah sebagai sebuah kekhilafan semata.

Hipotesa Negatif:

(Warning: This is the bad opinion; skip it if you like)

Cincin itu sudah tidak berarti apa-apa lagi bagi Mut2, dan hanya sekedar sebagai a bling-bling in the finger. Oleh karena itu, patut dipertanyakan pula bagaimana sebenarnya Mut2 memandang pernikahannya? Apakah mungkin baginya pernikahan ini hanyalah sebagai "sesuatu hal wajar" saja, dan bukannya sebuah kejadian yang amat sakral? Atau malah sebagai "sebuah permainan"?

Besar kemungkinan pula Mut2 sengaja mempermainkan cincin yang ada di tangannya, entah untuk alasan apa. Mungkin untuk mengejek calon suaminya? Atau malah mungkin sebagai posisi tawar, jadi Mut2 sengaja jual mahal supaya banyak cowok lain yang penasaran dengannya. Aku lalu jadi ingat dengan tokoh Chieko di Babel, apa mungkin Mut2 membuatnya seperti itu? Apakah seperti Chieko yang rela memperlihatkan kemaluannya sendiri hanya untuk mengejek laki-laki yang menganggapnya sebagai "monster"? Atau mungkin persoalannya lebih kompleks daripada itu? Kalau benar, maka hanya Tuhan yang tahu cewek seperti apakah Mut2 itu sebenarnya.

Kemungkinan lain adalah Mut2 sengaja ingin membuat saya bingung; ini apabila teori saya mengenai Usurper yang ada di forum itu benar adanya...Lalu, apa yang ia cari dari sana? Apakah ini lalu berarti Mut2 tengah mempermainkan kita semua? Atau sebenarnya dia tengah mengirimkan sebuah sinyal S.O.S, ingin agar seseorang datang dan "menyelamatkannya" dari sebuah kepalsuan?

Mohon maaf sebesar-besarnya, akan tetapi sebagai seorang analis, maka saya harus memberikan analisa dengan memperhitungkan segala kemungkinan.

Saudari Mut2, jika anda membaca post ini, saya minta maaf, dan mohon segera dikonfirmasi.

"The Battle of Helm's Deep is over, The Battle for Middle-Earth is about to begin"



PART III: THE RETURN OF THE RING


Berikut semoga adalah kesimpulan final, karena saya betul-betul tak ingin memperpanjang kasus ini.

Fakta:

Anchor yang memakai cincin di kanan: Najwa Shihab, Kania Sutisnawinata, Rahma Sarita.

Anchor yang memakai cincin di kiri: Eva Julianti Yunizar, Virgie Baker, Fifi Aleyda Yahya.

Kemungkinan ada dua versi mengenai penempatan cincin di tangan kanan atau di tangan kiri, dan besar pula kemungkinan Mut2 terjebak dalam sebuah kebingungan mengenai kedua versi ini. Oleh karena itu, mungkin dia mengganti-ganti posisi cincinnya, mencari apakah ada versi yang benar-benar pas untuk dia. Jika teori Usurper itu benar, maka Mut2 tengah mencari konfirmasi dari para warga Forum untuk hal ini.

Sekarang cincin itu sudah mapan di tangan kanan, berarti apapun itu, maka Mut2 sudah amat sangat mantap untuk melangkah ke jenjang selanjutnya bersama dengan pria yang dia cintai dan oleh karena itu, meskipun hal ini membuat semua orang patah hati, adalah wajib bagi kita untuk mendukungnya dan mendoakannya supaya dia bahagia selalu. Selamat menempuh hidup baru untuk anda, Meutya, semoga anda selalu bahagia dengan jalan yang anda pilih ini. Amin.

Dugaan: Mungkin Meutya Hafid sudah menikah. Akhir pekan lalu Mut2 tidak masuk dua hari, mungkin itulah sebenarnya saat pernikahannya. Kalau benar, semoga anda berbahagia.

Akan tetapi:

Apabila teori Usurper dan sinyal S.O.S itu benar,...lalu, apakah ada yang menjawab sinyal itu? Bagaimana kalau ternyata itu adalah benar-benar sinyal S.O.S? Dan kini, karena tidak ada yang meresponnya, maka Mut2 pun akhirnya terpaksa "tenggelam". Lalu...bagaimana nasib sebenarnya? Meutya, apa yang sebenarnya terjadi?

"Behold, Isildur's Bane..."

Presented by: Andrade_Silva Mandaluniz Aizkarate

The China Discussion part III: The Way We Say



Note: "Yinhua" was so rarely been used, so feel free if you don't want to use it. Beside, nobody will know the meaning anyway. Okay, the final part is here:

Review on Ancient Chinese History:

As we know, the 'China' is only the way the outsider call the country which by the settler called as 'Zhong Guo'. It is unclear when do the first times Chinese call their land as 'Zhong Guo', perhaps at the time when Qin unified the nation, since the Qin Capital of Xian Yang lies in the heart of Chinese Mainland. Although, we can also refer that this terms was firstly used at The Han Dynasty, that is because so colossal the land occupied by Han that they call their country as "Zhong Guo" or "The Central Nation" or this can be refered as "The Central Nation of The World", just as the same when Spanish started their "Conquistador", they also consider Spain as "Center of The World".

Han is the first dynasty when Chinese Cultural Influence stretched to international world, but mostly to the west. During this time, the Persian knows the magnificent of Silk and Ceramic ware carried by the Han. Even Greeks and Romans are amazed to The Magnificence of Han Dynasty. To the east, Chinese Culture spread to Koguryo Peninsula and Islands known as "The Islands of Rising Sun" (It is named that way because The Island lies in the eastest border and nothing else but Sea beyond it), and to the south, to The Kingdom of Nanyue, Tonkin, and Annam (Now part of Viet Nam).

However, the contact between Western Culture (Greeks and Romans) with the Eastern Culture (Han) was indirect. Romans bought Chinese ware from Persia and vice versa, that's why no one in Romans knows exactly how magnificent the Han Empire is. This due to the harsh and savage condition of The Silk Road passed The Desert of Taklamakan, so only brave traders who willing enough to do trading from Han to Kashgar. This is why Westerner always call "Han" as "China", because too little information known about it. Soon after that, The Silk Road was closed for centuries, separating China and West once again.

Chinese use 'Zhong Guo' to call their nation and 'Zhong Hua' for their nationality, but to call their governmental, they always use the name of the rulling dynasty, such as "The Empire of Han", "The Empire of Tang", "The Empire of Song", and "The Empire of Ming". So it's like the people of "Nusantara" call their nation as "Republik Indonesia". And China was used later on, when the western trader once again visited China; but for the time being the western historian always said that "There is a Magnificent Empire on The East named China", but no one ever visited that until Marco Polo.

The Ming Exploration:

The Ming Empire is the first empire when China first developed their Naval Strength. This attempt was firstly tried by Kublai Khan in order to invade Japan, but "Kamikaze" destroyed most of the Mongolian Fleet. The most epic voyage of Ming Dynasty is the Voyage of Zheng He, in order to survey the land, previously unreachable by land route, to forge alliance with distances countries, and to forge Ming Domination over seas. The Ming Armada was called "The Treasure Fleet" or "The Golden Fleet", that's why the new trade route also be called as "The Golden Route". So, basically, the land visited by Zheng He is then under the protection and administration of Ming Empire. That's why I said that Indonesia was once ever been colonized by The Ming Dynasty. Unlike any other people, the Chinese use nationality systems we now known as "Ius Sanguin". It means, any Chinese anywhere in the world is related and binded with the law of The Ming Empire, so that if supposed to be I'm Chinese and I do criminal things here, then Chinese Law Enforcer will arrest me and carry me to Beijing, and the Punishment will be sentenced by the Emperor himself. And, it supposed to be still applied...TILL NOW!


The Western Influence:

It is clear that the terms China was firstly introduced by Westernese. This can be globally used at the time of Old Imperialism. Spain, Portugal, English, France, Germany, and The Netherland were among the first nations decide to explore the ocean in order to gain colonial expansion. This vast area of Western Colonies perhaps encourage why then the terms 'China' used globally.

The Linguistically Review II:

Alright then, enough with the historical review, or I will started to blabbering too far.

The 'China' terms come from 'Qin'. Perhaps a Latin Historian write this as 'Chino' or 'Sino' or 'China' (pronounced as Cina, not Caina). It is the English who said this as 'Caina'. And since the English Language is The Language of The World, then it become the 'internationaly used' terms. It will perhaps be different if France win The Napoleonic War, for French said 'Chine' (Tjin). The influence of French perhaps absorbed into the Dutch that Dutch called 'Chine'. This what we absorbed as 'China' then 'Cina'.

The usage of 'C' to replace 'Ch' is because Indonesian Writing Language was actually based on Javanese (Aha, we know that Indonesian Oral Language based on Malay; but the writing was based on Javanese Character). Javanese Writings knows only few and much simpler consonants: H(vocal), N, C, R, K, D, T, S, W, L, P, Dh, J, Y, Ny, M, G, B, Th, Ng. And any improved consonants also based on these. Since Dutch said 'Chine' the closest pronounce in Javanese was 'Cina', this is what supposed to be the official term in Indonesian. However, this 'innocent word' has become the victim of political cruelty.

Language Reform:

'Tiong Hwa' was based on 'Zhong Hua', this perhaps the Hokkienese Accent or simply Indonesian absorbsion on the Chinese word. Which is actually means "Something of China". This term is widely use to call the Indonesian-Chinese, I think it's simply because Chinese firstly introduce themselves as 'Tionghwan People', and for them saying "Tiong Hoa" is one of the self pride, since it refer them to their Magnificent Empire and Their Ancestral History. While "Tiong Kok" or "Zhong Guo" should only be used to call the China Mainland, and no other. The term of Tiongkok used by Old Order based on the actual name of People Republic of China: Zhonghua Renmin Gongghe Guo, and also be known as Zhong Guo. That's why, if refering to the original names, we should call Tiongkok, and not China. Even Taiwan calls themselves Zhongmin Zhonghua Mir Guo, which can also be short as Zhong Guo too. The Beijing doesn't mind this name (Tiongkok) since they never consider Taiwan as independent state, and should be considered as 'part of Chinese Mainland', but Beijing mind the "Republic of China" terms.

At 1976, Chinese Government issues a series of new Chinese pronunciations which meant to ease the pronounciation of Chinese Names and Terms. It changes a lot of Chinese names to suit the International Terms, even South China Sea was called as "Nan Hai". Chinese however, still use the name China because this is the name that internationally acknowledge. In reality, Chinese use these terms instead: "Zhong Guo" for China, "Zhong Hua" for Chinese, "Han-zi" for Chinese Characters, "Han-yu" or "Hua-yu" for Chinese Language, and "Han-ren" for Chinese People.

So, the conclusion is this way:


Cina is the official name in bahasa Indonesia. This term can refer either to nation, people, language, nationality, race, etc.


China is official name in international use. However, this can only be applied to call the name of the country. For other, we must use Chinese.


Tionghoa is the name now refered to call the Chinese. Though it's mainly used for most aspect, we shall never use this to address the country, we use Tiongkok instead.


But for a daily conversation, it is okay to use the word Cina, since I believe that most of Tionghoan doesn't mind that, unless if we use the name to insult them. And of course, the person you asked to talk is doesn't mind either.


Note: It's okay to use the term 'Tionghoa' due to the "Ius Sanguinis" system, so that all Chinese, born in anywhere in the world is still connected to Tiongkok. Beside, like I mentioned before, there is a somekind of pride to say 'Tionghoa'.

The China Discussion part II: The Origin of Things


So....Hehehe, hopefully you're not boring. But it surely can be columned as one article about this topic.

The Qin Reunification:

At the twilite of Zhou Dinasty, China was divided into 6 kingdoms, and each has their own language, writing style, letters, measurement, and cultural identity. The Qin Kingdoms, lead by Yin Zeng, was deliberate a campaign to unified the entire nation by conquering all other 8 kingdoms. After he succeeded, Yin Zeng then crowned as "Emperor" and entitled by Qin She Huang Di. After Qin unified the "geographical" nations, Qin also unifying all the identitical aspect, including measurement, language, and letters. So what does the Qin use as unification standard? Of course the language used in Qin, so the entire nation was forced to unified under Qin Language, Qin Letters, Qin Measurement, and Qin Culture. So this is why the Mandarin Letters we know nowadays, was also known as 'China Letters', simply because this is "The Letters of Qin", alphabetical used in The Kingdom of Qin. This writing language is perhaps the origin why the Westerner address the 'Qin Alphabet User' as 'China'.

The Han Establishment:

The Qin last for 200 years, before then succeeded by Han. The result of the forced and repressive unification of Qin, China trully unified under one identity. Now, Han is also the name of one of the Zhou's vassal, but it's simply different. The Oppression upheld by Qin simply suppress all the rebelion and ease way for the Qin Culture to assimilate in all Chinese living aspects. That's why, Han inherited the Cultural Unity from the Qin, and surely build their empire under this base. The Han Dynasty was the greatest periods of China, that people of China nowadays still called themselves: "The People of Han". It is Han who then developed this Qin unified cultured into one powerful identity for the empire. However, the alphabetical used was still called as "Qin Alphabet", because Han never "developed" particular Hannic alphabet and simply taking it from the previously Unified Alphabet.

The Silk Road:

Han opened the trade line between China and Western Nation. At first, the 13 years expeditions led by Zhang Qian was meant to contact the chieftain of Dayuezhi Tribe to make an alliance with Han Empire to defeat Xiong Nu at the northern border. After the next 10 years of war to get rid of Xiong Nu from the northern border of Han, Han Empire then stretch the Great Wall to the west, and forging alliance with the Western Tribe such as Wusun, Daiyuan, and Dayuezhi. The road, previously taken by Zhang Qian then be upgraded into a trade route from Chang'an into the western city of Kashgar, across the harsh desert of Taklamakan. Kashgar is the outer gate that separate Western World with Eastern World. Through the establishment of Silk Road, the Qin Alphabet then known by Westerner.

The commodities traded are Ceramics and Silks. It is perhaps one of the Western trader, brought a ceramic to the West (there's always stamp on Chinese Ceramics, rite?), then another trader, seeing the unfamiliar mark then asked: "What is this strange symbols?"Then the sellers answered: "Oh, It's a Qin". Perhaps the different languages and dialects used in the Western world at that time transform "Qin" into "China", that's why the Ceramic also addressed as 'China'. And 'Qin', the origin of the Ceramics also called as 'China' as well.

Evolution in Writing Style:

While the Qin Alphabet is the Chinese unified alphabet, This is actually the "Archaic Style" of Mandarin Alphabet. So, nowadays Mandarin letters is so much different with the Qin Alphabet. The Qin Alphabet are much more like a pictograph. The simplification of the pictographic alphabet was established firstly in the late Han Dynasty, though; this doesn't instantly change "Qin Alphabet" into "Han Alphabet". It then be simplified more and more in the following Dynasties, from Tang, Song, Yuan, Ming, Qing, and finally by the government of The People's Republic of China. The alphabet then called as "Hanzi" or the "Chinese Characters" (We don't say alphabet here for Chinese letters is actually still a simplified pictographs).

The term "Hanzi", then applied in Japanese as "Kan-ji".Still, Westerners only recognized "Hanzi" as China Letters. So, we then saw the influenced of Han culture, as the writing style is called "Han-zi" or "Han Character" and the language used as "Han-yu" or "Han Language". This only recognized in China though, and since after The Silk Road closed, China was totally disconnected from the Western world till Marco Polo re-visit China, but that's at Yuan Dynasty.

The "Han-zi" and "Han-yu" is what nowadays called as "Mandarin Language and Writing Style". However, Chinese still addressed it as "Han", either 'Mandarin' or 'China' is recognized only outside China.

The Indonesian-Chinese:

The Chinese first enter Indonesia as "Tar-tar Armies", sent by Kubh-lai Khan to punish the insultment of King Kertanegara of Singosari. Tar-tar was actually a Mongolian Tribe, and then defeated by Raden Wijaya after he used them to defeat Jayakatwang. Part of the Mongolian soldiers, fear of Kubh-lai Khan's rage, refuse to return to Yuan, and stayed in Indonesia instead. However, long before, at Sriwijaya, Chinese Expeditioners such as I-Ching and Fa Hien also ever visited Sriwijaya.

The next migration of Chinese settler was due to the opening of "Gold Route". This is because of the expedition made by Admiral Zheng He of Ming Dynasty. Zheng He or Cheng Ho or Sam Po Kong brought Ming Culture to Indonesia, at the what remain of Sriwijaya and Majapahit. Zheng He also encourage the spread of Islam in Indonesia (so contrary to Historical Believe, the Gujarati and Arabian are not the only ones who bring Islam; first Islam was actually carried by Chinese Trader since Indonesian refused to deal with Arabian and Gujarati trader due to their dissatisfactory trade ware). At this time, Indonesian address them as "Ming", 'China' term was perhaps carried by previously Arabian or Turkish trader in Indonesian. Indonesia is the place where once again East meet West after Silk Road.

The European Colonization:

Portuguese is the first Christian Nation to visit China and Japan. The word 'Mandarin' come from "Mandarin Magistrate", a local Magistrate known in China, Vietnam, and Indochina, served as Ming Representative in Their Foreign Colony (Basically, Ming occupied Indochina, Malaya, Indonesia, Burma, Siam, and Ceylon; you must haven't known that, right?). While the name 'Japan' came from Chinese term 'Ri-ben-guo' or "The Nation of Rising Sun" or in other dialect is "Ci-Ban-Guo", then became "Ji-pan-gu" and The Portugese absorb it as "Japan".By European trader, later also visited Indonesia, the term 'China' was used once more. Chinese immigrants in Indonesia was previously dominated by Hokkien tribe, which move away to avoid Governmental oppression, that's why Hokkien language is quite dominant in Indonesia. Most of the Zheng He crew was also Hokkienese, but the large migration of Hokkienese perhaps during Qing Dynasty.

Dutch colonize the vast Indonesian by only small number of armies, that's why it's important for them for not letting any major rebellion breaks out at once. One of the way to ensure that is by policy of "Devide et Impera" or "Divide and Conquer". Using the diverse race of Indonesian, Dutch started to divide the races in groups so that they will be easier to maintain. Chinese Communities is the one that catch the eye of the Dutch most, why? Because it's the Chinese who actually speak louder about getting rid of the Dutch, long before National Movement.

The Chinese, contrary of people believe, has already taking part in battle against European since the very beginning. Chinese held the office in Demak Bintoro and Padjang Kingdom, even Sultan Fatah, Adipati Yunus, and Sultan Trenggana was actually Chinese. Demak also employed Chinese Admiral, Gan Ci An, to lead the Mighty Demak's Armada to attack Portuguese in Malaka. Few of Wali Songo was also Chinese too (but most people refuse to believe this fact). The relationship between Chinese and Native Indonesia is extremely well before The Dutch came and screwed up everything.

Even hundred years later, Dutch still consider Chinese as the most dangerous potential thread to their Administration in East Indies. That's why a lot of limitation was applied to tie the feet of Chinese Communities. Why? Because Chinese first oppose the Dutch Government long before Indonesian did. A Semarang people like me always knew what Chinese has done related to the effort of offending the Dutch. Oei Tiong Hiam is the first Chinese to oppose the act of Tauwchang (Tax for Chinese who not have the hair tail), and also reports of Chinese Rebellion here at Semarang. So, Chinese wasn't that bad.

The China Syndrome:

New Order simply succeeding the limitation policy applied by the Dutch, and doesn't let Chinese to assimilate with native. This perhaps what cause the 1998 China Riot. During the New Order, Chinese was simply didn't being let to show their cultural identity. This actually feed the seed of disharmonies among Chinese and Native: after 350 years of Dutch plus 32 Years of New Order. During that, the name 'Cina' was being despise by any Native. What a shame. This perhaps why 'Cina' is considered as Racist Terms, simply because native often use 'Cina' to taunt the Indonesian-Chinese (wew, we started this...)

Linguistically Review:

Anyway, enough with the historical review. So, the China come from Qin. But the Arabian call them the 'Shin', and this terms was brought to Indonesia, from Shin, then become Cin, but firstly Indonesian knew Chinese by "Ming" or "The Tionghoa People" (I don't need to explained where this terms came from, rite?). Dutch perhaps first introduce China, and in Indonesian absorb, become Cina. This perhaps come from the European terms "Sino". Only English use 'China' (Caina), while other European nation called China (Cina). But since English is an international language, that's why we followed this pronounciation (Perhaps it would be different if Germany won the WW II or French won the Napoleonic War).

The Chinese nowadays asked to be called by Tionghoa because the first Indonesian address them so. The main problem is, most of them now born in Indonesia, so they're not "Tionghoa" anymore. Cina is more appropriate term for it actually doesn't sided, plus it is based on Indonesian tongue. However, like what I have explained before, native used this as taunt: "Cina, balik aja ke Cina sono". So by call them 'Cina', it's the same like we don't acknowledge them as Indonesian (but Cina can also be used to refer the race, this is what most person don't know). But like I told you, all my Chinese friends address themselves as 'Cina'. So, anyway you please. If we want to be 'safe', use the terms 'Yinhua' instead, but this term is rarely known (very rarely).