Friday, November 16, 2007

Another China Discussion: Dari Forum ke Forum

Kalau nggak salah, menurut dari yang pernah saya denger dari temen yang emang mempelajari Numerologi Tiongkok..."Cina" itu apabila ditulis pakai huruf Mandarin "Chin"...maka akan beranalogi dengan kata "Jajahan"...kata ini yang dipakai oleh Jepang buat "memelesetkan" bangsa Cina yang waktu sebelum Perang Dunia II (pasca Inkursi Manchuria) adalah di bawah kekuasaan Jepang. Dalam istilah itu pula maka disebutkan bahwa "Cina" berasosiasi dengan "Budak". Istilah ini mungkin muncul sebagai akibat permusuhan abadi antara Tiongkok dengan Jepang selama beratus-ratus tahun yang puncaknya terjadi pada "Perang Tujuh Tahun (Perang Imjin)" antara Dinasti Ming (Tiongkok) yang dibantu oleh Dinasti Joseon (Korea) dengan Keshogunan Hideyoshi Toyotomi (Jepang). Dalam Perang itu Jepang kalah, tapi lalu dibalas oleh Invasi Jepang ke wilayah Tiongkok pasca kemenangan Jepang dalam "Perang Cina-Jepang" di Tsushima.

Lalu analogi kedua adalah bahwa kata "Cina" itu diambil dari nama dinasti yaitu dinasti "Chin" yang melakukan reunifikasi Tiongkok. Karena Kaisar Chin, yaitu Qin She Huang Di bertindak amat kejam, maka orang Tiongkok sendiri kurang sreg kalau dibilang orang "Chin" tapi malah lebih memilih menyebut diri sebagai "Orang Han" berkaitan dengan Dinasti Han yang menguasai "Empat Penjuru Langit" yang disimbolkan oleh Empat Kota yaitu: "Tong King" (Kota Timur) atau "Tokyo", "Pei King" (Kota Utara) atau "Peking" atau "Beijing", lalu "Shi King" (Kota Barat) yang mengacu pada wilayah Xinjiang di barat dan "Nan King" (Kota Selatan) atau "Nanjing".Analogi ketiga adalah bahwa kata "China" itu digunakan oleh Orang Barat untuk menyebut "Keramik". Ini dimungkinkan bahwa pada pembukaan Jalan Sutera, komoditi Tiongkok yang paling dikenal adalah Keramik. Karena kesulitan bagi orang Barat untuk menyebut "Tiongkok", maka dipakai "Chin" yang mana saat itu adalah nama salah satu negeri di Tiongkok. Dalam dialek Germanic, "Chin" menjadi "China" atau dibaca "Caina". Karena suku bangsa Germanic menguasai Eropa (Termasuk Inggris) pasca kejatuhan Romawi, maka nama "Caina" menjadi nama umum untuk menyebut "Tiongkok". setelah Inggris "Menguasai Dunia", maka istilah "China" menjadi istilah umum di seluruh Dunia.

"Mandarin" sendiri sebenarnya berasal dari kata "Mantrin" atau dalam Bahasa Melayu berarti "Magistrate" (ini berasosiasi dengan kata "Mantri" yang lalu diartikan sebagai "Menteri"). Ini mungkin untuk menyebut Perwalian dari Dinasti Ming di Tiongkok atas wilayah-wilayah koloni di sekitar "Nan Hai" atau Laut China Selatan (antara lain Cham Papura, Tumasik, Malaya, Majapahit, Cha-li-fo-che, dan Annam). Istilah "Mandarin" lalu dipergunakan oleh bangsa Portugis untuk menyebut "Bahasa Han", "Orang Han", "Negara Han", dan "Kebudayaan Han".

Tiongkok berasal dari kata "Chung Kuo" atau "Zhong Guo" atau diartikan sebagai "Negara Pusat" atau "Dataran Pusat". Sementara itu Tionghoa berasal dari kata "Chung Hoa" atau "Zhong Hua" yang berarti "Segala sesuatu mengenai Dataran (Negara) Pusat". Tiongkok dipakai untuk menyebut seluruh wilayah nasional Cina...sementara Tionghoa menunjukkan hal kebangsaan. Menyebut "Tiongkok dan Tionghoa" sama saja seperti menyebut "Great Britain dan British". Oleh karena itu, kita tidak menyebut "Negara Tionghoa" melainkan "Negara Tiongkok"...juga tidak menyebut "Bahasa Tiongkok" tapi "Bahasa Tionghoa". "Tionghoa" sendiri juga disebut sebagai "Han Zi" atau "Segala sesuatu mengenai (Kebudayaan) Han".

Jilid II
Jepang adalah Gugusan Kepulauan di sebelah Timur Tiongkok dipisahkan oleh Laut Jepang dan Selat Tsushima serta Dong Hai (Laut Cina Timur). Suku bangsa asli Jepang adalah bangsa Ainu, tapi pada zaman Dinasti Han, Kaisar Han berhasil mencapai Kepulauan Jepang (waktu itu belum ada namanya) dan menamakannya sebagai "Ri Ben" atau apabila diterjemahkan berarti "Matahari Terbit". Ini mengacu bahwa kepulauan Jepang merupakan batas timur terluar kekuasaan Imperium Han sebelum Samudera Pasifik. Sehingga Jepang alias "Riben" bisa diartikan sebagai "Wilayah Tempat Matahari Terbit" (The Islands of The Rising Sun). Dengan asimilasi tulisan Han ke Jepang, maka pada dialek Jepang, "Ri Ben" dibaca sebagai "Ni Hon" (artinya sama), yang lalu menjadi "Nippon" (kata "Dai Nippon" sendiri secara harfiah berarti "Kekaisaran Matahari Terbit"). Setelah Jepang berbentuk Negara sendiri maka namanya menjadi "Ri Ben Guo" atau "Ni Hon Go" atau "Negara Matahari Terbit". Di Tiongkok sendiri, "Ribenguo" dalam dialek lain (setelah Dinasti Han runtuh) dibaca pula dengan "Ci Ban Gu" atau "Ciban Gu". Istilah ini lalu bergeser menjadi "Jipan Gu" atau lebih dikenal dengan "Jipan". Ketika Bangsa Portugis masuk ke Tiongkok, kata "Jipan-gu" lalu diucapkan sebagai "Jipangu" yang lalu dikenal sebagai "Ja-pun" atau "Je-pon" atau "Japan". Dari Portugis pula maka di Indonesia "Kepulauan Matahari Terbit" dikenal sebagai "Jepang".

Korea adalah semenanjung di sebelah timur Tiongkok yang memisahkan antara Tiongkok dengan Selat Tsushima dan Jepang. Dalam dialek asli, semenanjung ini disebut sebagai Semenanjung Koguryo. Wilayah Koguryo lalu tumbuh menjadi negara sendiri yang (kecenderungan) mengabdi pada Tiongkok. Salah satu dari Kerajaan paling terkenal adalah Kerajaan Koryo, yang mana hal ini lalu diserap oleh Tiongkok sebagai "Gu-ryo" atau "Korea".

Jilid III
Menurut sejarah...kata "Cina" atau "China" hanya dipakai oleh orang-orang Barat untuk menyebut Tiongkok (China) atau Tionghoa (Chinese). Sedangkan oleh orang Cina sendiri, kata yang digunakan adalah "Tiongkok" atau "Chung Kuo" atau "Zhong Guo" atau "Ceung Kok" (Mana aja nggak masalah, soale bergantung pada dialek), untuk menyebut Tanah Air mereka, dan kata "Tionghoa" atau "Chung Hua" atau "Zhong Hua" atau "Ceung Hwa" (sama aja, tergantung dialek). Mengenai arti daripada Tiongkok dan Tionghoa sudah dijelaskan pada postingan di atas.Sedangkan bagi Negara, orang Cina biasa menggunakan nama resmi yang ditetapkan penguasa, seperti misalnya: Negara Qin, Kekaisaran Han, Negara Chao..dll. Nah, di sini ada fakta menarik...bahwa kata "Cina" sebagai ejekan oleh Jepang terhadap Cina baru digunakan setelah Jepang menduduki Cina bagian Timur Laut/ Manchuria (sekaligus ini menegaskan superioritas militer Jepang atas Cina yang saat itu tengah sekarat). Padahal Jepang masuk ke Cina (baru berhasil) pada tahun 1894-an, yaitu menyangkut Invasi Jepang ke Manchuria dalam Perang Jepang-Cina I (Antara Kekaisaran Dinasti Qing melawan Kekaisaran Meiji Jepang; sekaligus ini menjadi bukti Kekuatan Jepang setelah modernisasi Angkatan Perangnya sehubungan dengan Restorasi Meiji). Kekalahan Dinasti Qing dalam perang yang memperebutkan wilayah Korea ini membuat Jepang menjadi kekuatan militer utama di Asia (sebelumnya, kekuatan laut terbesar di Asia adalah Armada Beiyang milik Dinasti Qing, Armada yang akhirnya dihancurkan oleh Jepang dalam Perang Jepang-Cina I)Dalam ratusan tahun sejarah konflik antara Jepang dan Cina, belum pernah sekalipun Jepang bisa menguasai wilayah Cina manapun sebelum kemenangan Jepang di "Perang Jepang-Cina" tahun 1894. (Paling dekat Jepang hanya berhasil mendarat di Korea pada episode-episode awal Perang Imjin; pun Cina juga tidak bisa menguasai Jepang pasca Dinasti Han...paling dekat Invasi Cina ke Jepang adalah ketika Armada Mongol di bawah Kubhlai Khan hancur karena badai di Laut Jepang).(http://en.wikipedia.org/wiki/First_Sino-Japanese_War)

Nama Cina atau China sendiri sudah dikenal oleh orang Barat sebelum Marco Polo masuk ke Tiongkok (Marco Polo masuk ke Tiongkok pada zaman Dinasti Yuan), dan periode semenjak Ditutupnya Jalur Sutera hingga Marco Polo sama sekali tidak ada kontak antara Barat dengan Cina (saat itu pula pedagang-pedagang dari Arab dan Gujarat belum lagi merintis jalur laut yang menghubungkan antara Barat dengan Cina). Kalau kita ingat pula ada salah satu pepatah Arab yang mengatakan: "Uthlubul ‘ilma walaw bish shiin" atau "Tuntutlah Ilmu sampai ke Negeri Cina" (di sini Cina dituliskan dalam bahasa Arab "Shiin"). Katakanlah Islam baru tiba di Arab tahun 600-an Masehi dan masuk ke Cina era Khalifah Utsman bin Affan, yang manapun, nama "Shiin" atau "Cina" berarti sudah dikenal 1200 tahun sebelum Invasi Jepang ke Cina tersebut... (http://www.eramuslim.com/ustadz/hds/...ina-adakah.htm)

Jilid IV
Kata Cina sendiri diperkirakan berasal dari serapan bahasa Barat untuk menyebut "Negara Qin". Pada era Reunifikasi Cina, Negara Qin menyatukan seluruh Cina Daratan dalam satu aturan, satu ukuran, satu negara, satu bahasa, dan satu tulisan, yaitu Aturan Qin, Ukuran Qin, Negara Qin, Bahasa Qin, dan Tulisan Qin. "Tulisan Qin" (The Qin Writing) ini lalu menjadi dasar bagi tulisan Cina hingga sekarang. Besar kemungkinan dari nama tulisan inilah nama "Cina" diserap. Oleh orang Arab, Qin disebut sebagai "Shiin", kemungkinan besar ini lalu diparafrasekan menjadi "Sino", dari sini (mungkin) nama "Sino" lalu dibawa ke Eropa dan diserap dalam Dialek Germanic "Chine" (Franks: baca "Sin"), yang pada akhirnya lalu oleh orang Inggris menjadi "China" (ini karena sebagian bahasa Inggris terpengaruh juga oleh serapan dari bahasa Perancis selain dari Induk Bahasa Germanic). Teori Pertama, ketika Napoleon Bonaparte menguasai Eropa (termasuk Belanda), mungkin juga kata ini masuk ke Belanda yang lalu membawanya ke Indonesia. Teori kedua adalah bahwa kata "Cina" berasal dari bahasa Portugis "Cino" (kemungkinan besar terpengaruh dialek Perancis) yang lalu terbawa ke Melayu. Teori ketiga adalah bahwa dari Arab, kata "Shiin" dibawa ke Nusantara yang lalu diadopsi menjadi "Cina". Yang manapun teori ini...yang pasti adalah bahwa kata yang baku dalam bahasa Indonesia sebenarnya adalah "CINA" bukan "CHINA". Ini karena dalam Aksara Jawa, tidak dikenal "CH" dan sebutan "Ai" untuk "i". Mengenai dari akar bahasa mana dikenal Cina, mungkin sekali adalah dari Bahasa Jawa, tapi "CHINA" adalah EJAAN YANG HANYA DIKENAL DALAM BAHASA INGGRIS (padahal Inggris baru masuk ke Indonesia tahun 1805). Bahasa Jerman sebagai induk bahasa Inggris hanya mengenal "China" (dibaca: Cina) dan kemungkinan ejaan ini pula yang dipakai oleh Belanda (Mje tolong benerin yah kalau salah...).

Mengenai asosiasi kata "Cina" dengan "Budak Jajahan", mungkin seperti yang dikatakan oleh Bro Jhariman bahwa ada "kesamaan bunyi dengan beda arti". Yang mana Jepang mungkin menggunakan "Qin" yang berarti "Budak Jajahan" bukan "Qin" sebagai akar dari kata "Cina". (Total ada 27 arti dari kata "Qin", salah satunya adalah "Qin" yang berarti "menjajah").

Tiongkok dipakai sebagai penyebutan nama resmi Cina oleh Bangsa Indonesia sebelum tahun 1966. Cina saat itu adalah dikenal dengan nama "Republik Rakyat Tiongkok"...namun...percaya nggak sih kalau sebenarnya istilah "Republik Rakyat Tiongkok" itu salah? Kalau nggak percaya, ini dia nama resmi Cina: "Zhong Hua Ren Min Gong Ghe Guo" atau "Chung Hoa Ren Min Kong Khe Kuo"..atau nama sebelumnya (Republik Cina/Taiwan) yaitu "Zhong Min Zhong Hua Mir Guo" atau "Chung Min Chung Hoa Mir Kuo". Di sini dipakai nama "Zhong Hua", kan, bukan "Zhong Guo"? Oleh karena itu, kalau kita menyebut dengan nama "Tionghoa" berarti sama saja kita nggak nganggep saudara-saudara kita itu orang Indonesia, dong! Sebagai info, Orang Cina dibagi menjadi tiga kategori yaitu: Huaren (warga negara RRC, Hong Kong, dan Makau), Zhonghua Minzu (penduduk Chinese-nation macam Korea) serta Cina Peranakan (mereka yang hidup di luar RRC dan Chinese-nation tmsk di Indonesia). (http://en.wikipedia.org/wiki/Chinese_people). Oleh karena itu, lebih afdol memang apabila kita menyebut mereka sebagai "Orang Indonesia dari suku Cina" bukan "Tionghoa", karena apabila kita menyebut "Tionghoa" maka secara otomatis akan di-refer sebagai Huaren alias warga negara RRC dan Chinese-nation.

Seorang ahli bahasa pernah merumuskan nama bagi komunitas Cina di Indonesia, yaitu "Yinhua" diambil dari "Yinni Hua" (Yinni Guo=Indonesia), tapi sayangnya istilah ini tidak bisa dikenal secara luas. Namun pada beberapa ahli bahasa sendiri lebih senang menyebut dengan orang "Cina" bukannya "Tionghoa". Ini karena istilah "Suku Cina" sudah dikenal semenjak zaman dahulu kala. Tentu saja "Cina" yang dimaksud ini adalah "Cina" sebagai istilah yang diucapkan oleh bangsa Indonesia untuk menyebut Tiongkok semenjak zaman dahulu kala yang diucapkan dengan niat yang tulus ikhlas dan tidak ada maksud untuk mengejek atau menyinggung (nantinya sama seperti orang Jawa menyebut orang Barat dengan kata "Londo" atau istilah "Bule" dalam Bahasa Indonesia, yang berasal dari kata Melayu "Bulai" yang artinya "putih"). Tapi biar lebih amannya...ikut apa kata pemerintah wae lah...daripada salah (tapi sebenarnya bener).

Lanjutan...
Sebenarnya mau gw tanggepin nih...emang bener, tapi ada beberapa part yang missing. Tapi kalau bung Gangsar belajar bahasa Mandarin, pasti akan menemukan kata "Zhong Guo" atau kalau ditulis pake ejaan lama menjadi "Chung Kuo" atau dalam dialek lain menjadi "Chiong Kok" yang akhirnya menjadi "Tiongkok". Besar kemungkinan kata "Tiongkok" terpengaruh oleh dialek Hokkienese (Hakka) yang terbawa oleh imigran-imigran dari Fukkien (Fujian). Perubahan kata "Chung Kuo" menjadi "Zhong Guo" adalah setelah munculnya "Ejaan Yang Disempurnakan" tahun 1976 yang mana EYD ini dimaksudkan untuk mempermudah orang Barat dalam mengucapkan kata-kata dan istilah Mandarin. Bisa dipastikan juga bahwa nama "Sam Kok" berasal dari dialek Hokkienese juga (Sam Kok=San Guo=Tiga Negara).Bahasa Cina atau bahasa Han terbagi dalam 7 kelompok dialek, yaitu: Mandarin (Official Han Language), Wu (Shanghaianese), Kanton, Min (Taiwanese), Xiang, Hakka (Hokkienese), dan Gan (http://en.wikipedia.org/wiki/Chinese_language). Karena imigran Cina di Indonesia rata-rata berasal dari Fujian (Fukkien) maka bahasa yang dipakai oleh suku Cina di Indonesia terpengaruh oleh Dialek Hokkien. Ini antara lain ditandai dengan mengatakan "Kam Sia" daripada "Dou Xie" (Terima Kasih). Walaupun secara struktural, pendidikan bahasa Cina lebih fokus pada Bahasa Mandarin, namun secara pergaulan, Dialek Hokkien jelas lebih mendominasi terutama pada kalangan-kalangan tua. (http://en.wikipedia.org/wiki/Hakka_%28linguistics%29)

(Jadi inget dulu LuLu pas Archipelago liputan Acara Imlek di Singkawang, jadi alih-alih memakai "Xie-xie", LuLu diajari buat ngucapin "Kam Sia"...mungkin aja sebelum berangkat ke Singkawang LuLu belajar dulu ama Ci Fio, tapi kan Fio pakenya Dialek Mandarin).

Terus soal suku Han...kan kamu bilangnya ini "Suku Bangsa Terakhir yang berkuasa di Tiongkok"??? Kesannya koq kayak udah punah aja sih?? Padahal, Suku Han adalah istilah yang biasa dipakai untuk menamakan orang dari Etnis Cina secara keseluruhan. Jadi orang-orang Cina (or Tionghoa) yang sering anda temui sehari-hari itu, itulah orang Han! Secara jumlah Suku Han mencakup 92% dari keseluruhan penduduk RRC dan menempati 19% presentase populasi dunia sehingga suku Han menjadi "Suku Etnis Terbesar di Dunia" (http://en.wikipedia.org/wiki/Han_Chinese).

Di Cina sendiri ada banyak sekali suku bangsa minoritas di samping Suku Han, akan tetapi ada lima etnis Tiongkok yang paling utama yang dilambangkan dalam "Bendera Lima Warna (Wu Se Qi)", yaitu: Han (Merah), Manchu (Kuning), Mongol (Biru), Hui (Putih), dan Tibet (Hitam).(http://en.wikipedia.org/wiki/Flag_of...ublic_of_China). Namun apabila menganut azas "Ius Sanguinis", maka orang Tibet, Korea, dan Manchu itu sebenarnya berasal dari Orang Han juga.

Oh ya, Bung Gangsar juga lupa menyebutkan kalau migrasi orang Cina ke Nusantara sebenarnya tidak hanya ketika Balatentara Tartar menyerang Singosari. Pada era Raja Wikramawardhana dari Majapahit, Laksamana Zheng He (atau Cheng Ho atau Sam Po Kong atau Sam Po Tay Djien) dari Dinasti Ming datang dan setelah itu memulai serangkaian gelombang Migrasi Orang Cina ke Nusantara. Salah satu misi Zheng He adalah "menggambar ulang peta-peta wilayah kekuasaan Ming di Nan Hai", jadi secara tidak langsung, pasca kedatangan Zheng He, Nusantara "dijajah" oleh Dinasti Ming. Ini ditandai dengan adanya "Mantrin" atau "Magistrate" dari Dinasti Ming di Malayu. Namun sebelum kedatangan Zheng He itu sendiri, migrasi orang Cina ke wilayah Nusantara sudah berlangsung cukup lama. Bahkan konon katanya agama Islam bisa menyebar di Majapahit justru karena perantaraan Mubalig-mubalig Cina. Ini dimungkinkan karena saat itu Raja Wikramawardhana tidak mau berurusan dengan pedagang-pedagang dari Arab-Gujarat dikarenakan pedagang-pedagang Arab-Gujarat suka curang...oleh karena itu, Wikramawardhana memutuskan memberikan konsesi dagang kepada Pedagang Cina.(Sam Po Kong; Remy Silado)

Sebagai bukti lain, ada fakta juga yang menunjukkan bahwa Wali Songo sebenarnya masih memiliki darah Cina. Maulana Malik Ibrahim menikah dengan Putri Champa (saat itu Champa adalah wilayah kekuasaan Tiongkok), lalu berketurunan menghasilkan Sunan Ampel yang kemudian menikah dengan Nyi Gede Manila, putri Kapten Tionghoa, Gan Eng Cu, yang lalu memiliki anak yaitu Sunan Bonang. Lalu raja-raja dari Demak Bintoro, yaitu Sultan Fatah, Adipati Yunus, dan Sultan Trenggono juga disebut-sebut memiliki darah Cina karena keturunan langsung dari Putri Champa. Bahkan Kerajaan Demak Bintoro banyak sekali mengadopsi tata cara dan teknologi-teknologi Tiongkok, termasuk di antaranya teknologi perkapalan yang membuat Demak Bintoro memiliki Armada Laut Terkuat di Nusantara dengan kapal-kapal yang rata-rata mengadopsi desain kapal Junk Tiongkok. Beberapa kapal-kapal milik Demak Bintoro bahkan berukuran 5-10 kali lipat lebih besar daripada kapal-kapal perang Portugis yang dihadapinya di Melayu. Beberapa perwira perang Demak Bintoro bahkan adalah orang Cina, yang antara lain adalah Kapten Gan Ci An yang menjadi Kapten Tionghoa pertama di Indonesia. Toleransi dan kerjasama antara orang Cina dan Pribumi akhirnya runtuh waktu Belanda menjajah Indonesia...karena saat itu Belanda takut bahwa gabungan kekuatan antara orang Cina dan Pribumi akan sangat membahayakan kekuasaan kolonialis Belanda di Indonesia...

Lalu kalau kenapa Barat bilang "China"? Well, itu udah aku kasi di postingan sebelumnya...namun...ada satu fakta bahwa Jalur Sutera adalah jalur yang menghubungkan antara Tiongkok dengan Barat, namun jarang ada yang tahu bahwa PEDAGANG TIONGKOK JARANG YANG SAMPAI KE BARAT, BEGITU JUGA PEDAGANG BARAT JARANG YANG SAMPAI KE TIONGKOK. Ini karena Jalur Sutera melintasi sebuah gurun yang disebut sebagai Gurun Taklamakan, dimana saat itu merupakan Gurun terganas di dunia. Sebagai solusi, maka sebuah kota di tengah gurun didirikan, yaitu kota Kashgar, dan di kota inilah Pedagang Barat dan Tiongkok "bertemu". Sebenarnya tidak tepat dikatakan bertemu, karena proses jual beli lebih berlangsung seperti ini: Pedagang Barat <==> Pedagang Kashgar <==> Pedagang Tiongkok.

Karena jarang sekali terjadi pertemuan langsung, maka nama "China" tidak bisa segera dikoreksi dan malah mengakar kuat sebagai sebutan dari pihak Barat untuk Tiongkok.

3 comments:

Unknown said...

Gurun pasir Taklamakan terkenal ganas bukan terutama karena iklimnya dulu, tetapi gerombolan rampoknya yang sering juga mengalahkan pengawalan atau pasukan kerajaan. Ini digambarkan dicerita rombongan pengawalan pendeta Tong Sam Cong oleh kaisar Lie Shi Min yang sebelum bertemu utusan Dewi Kwan Im Pousat :Sungokong dan Cupakai, lebih dulujz
dihabisin perampok (film klasik Budhis dulu).

Unknown said...

Gurun pasir Taklamakan terkenal ganas bukan terutama karena iklimnya dulu, tetapi gerombolan rampoknya yang sering juga mengalahkan pengawalan atau pasukan kerajaan. Ini digambarkan dicerita rombongan pengawalan pendeta Tong Sam Cong oleh kaisar Lie Shi Min yang sebelum bertemu utusan Dewi Kwan Im Pousat :Sungokong dan Cupakai, lebih dulujz
dihabisin perampok (film klasik Budhis dulu).

Unknown said...

Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)